Friday, May 25, 2018

Game Level 11: Learning by Teaching Fitrah Seksualitas (Day 8)

Hari kedelapan yang melakukan presentasi adalah Kelompok 8, terdiri dari Mba Faradilla Ardasy, Mba Nareswari Putri Sulisvianthi, Mba Mahargyani Yogyantari, dan Mba Yesi Agustina. Presentasinya dilakukan kemarin hari Kamis, 24 Mei 2018, pukul 05.30. Tetapi saya baru bisa khusyuk membaca besok malamnya.

Berikut presentasi Kelompok 8 dengan tema:
Keseimbangan Peran Orang Tua dalam Pengasuhan Terkait Maraknya Kasus LGBT


Sesi tanya jawab

1. Ika Peronika

Kalau penyebabnya faktor genetik, apakah bisa diobati teman-teman?

Jawab: (Mba Yesi)

Di beberapa riset, ada  intervensi terapi hormon di saat anak usia tertentu. Ada juga yang operasi modifikasi kelamin kalau ternyata hormon dominannya bukan yang sesuai tampilan badannya. Karena ada kasus anak-anak yan dari kecil sudah merasa mereka LGBT.

🐾Pendidikan agama yang ajeg 

Pernah ada kasus dimana ada bawaan gay dari lahir tapi karena dia dididik agamanya baik oleh orang tuanya, dia berusaha melaawan hasrat itu (walau berat).

2. Fara Noor Aziza

Untuk case LGBT, karena faktor genetik, apa penyebabnya?
Adakah deteksi dini yang bisa dilakukan?
Apa do dan don't nya untuk ibu hamil?

Tadi baca: baru, tidak bikin stress ibu hamil saja.

Jawab: (Mba Yesi)

Sejak 50-60 tahun sudah ada berbagai riset tentang genetik mempengaruhi kemunculan homoseksualitas pada seseorang. Hanya saja hasilnya tidak bisa generalisir. 

Yang pernah diteliti adalah kelebihan atau kekurangan hormon androgen pada periode gestasi awal (hamil muda). Ada sindrom CAH (liat di slide) yang bisa dideteksi karena ada ciri-ciri tertentu yang mungkin muncul (mungkin juga tidak/tersamar).

Yang kami belum tahu adalah apakah di Indonesia, ahli fetomaternal melakukan check up sejauh itu. 

Do and Dont-nya.. Sebenarnya sudah ditulis di solusi. 

Yang utama adalah menyediakan lingkungan minim stres selama promil. Memang kadang tidak ideal untuk sebagian orang, tapi minimal kehamilan tersebut adalah sesuatu yang memang diharapkan, bukan yang unplanned dan unwanted.

3. Irma Rachmawati

Berhubung anakku perempuan dan laki-laki. Bagaimana cara mengantisipasi agar adik tidak kecenderungan bermain mainan kakaknya yang perempuan dan sebaliknya. Soalnya biasanya si adik ikut-ikutan si kakak mainnya.
Minta tips-tipsnya ya.. Kalau ada rekomendasi mainan atau tontonannya juga boleh.

Jawab: (Mba Yesi)

Pisahkan mainan pribadi dan mainan bersama.

Misal mainan pribadi anak perempuan: barbie/boneka

Misal mainan pribadi anak laki-laki: thomas n friends

Untuk mainan bersama:
Beli mainan yang warnanya netral, sekarang banyak juga mainan masak-masakan/sapu-sapuan/kasir-kasiran yang netral warnanya.

Video: 


4. Nilla Dwi Respati Yamni

Bagaimana cara menghindari LBGT pada anak-anak saat berinteraksi dengan teman sebayanya?

Jawab: (Mba Yesi)


Dari awal sudah diinfokan jenis kelamin apa si anak, dan jenis kelamin apa si temannya. 

Dikasih tahu apa itu aurat dan batas-batasan apa yang boleh dilakukan kalau main sama yang beda jenis kelamin (contoh: tidak boleh bersentuhan berlebihan, tidak boleh memperlihatkan aurat kepada siapapun).

5. Firsty Nurtiasih

Misalkan contoh kasus anak yang sudah terkena sexual abuse, kasusnya dilecehkan sama orang dekat, tapi dia simpan dan seolah baik-baik saja, sampai saatnya anak itu dewasa dan berkeluarga apakah berdampak sama kehidupan berumahtangganya?

Jawab: (Mba Yesi)


🐾Sexual abuse itu biasanya tertanam dalam..

Tidak ada istilah baik-baik saja kalau terkena pelecehan seksual. Mereka biasanya tidak membicarakannya karena takut distigma negatif padahal mereka yang jadi korban.

🐾Tergantung dari pribadinya. Trauma itu pasti karena pelecehan itu menyakitkan lahir batin. 

Inilah pentingnya bonding antara ortu dan anak agar anak terbuka sama ortu. Di saat anak ada perbedaan perilaku si orang tua bisa melakukan pendekatan dan probing.

🐾Bisa ya, bisa tidak. Beberapa teman saya mendapatkan pelecehan seksual di masa kecilnya, bahkan ada yang dilakukan oleh oknum dokter gigi yang tiap bulan harus dia kunjungi, tapi Mamanya tidak menunggu di dalam. Di saat ia menikah, ia sudah bisa memaafkan semua masa lalunya, tanpa orang tuanya tahu. Tapi memang si anak punya konsep diri yang sangat positif sejak kecil, self esteem-nya kuat.

6. Yopi Tessa


Berhubung anakku laki-laki 4 tahun suka liat bundanya dandan. Seringkali pengen minta lipstik, bedak, parfum dll. Pernah lipstik bunda dipakai, sembunyi-sembunyi atau pakai bedak di pojokan.
Itu bagaimana menyikapinya.. khawatir juga..

Jawab: (Mba Yesi)

Anak laki-laki usia 4 tahun biasanya mencontoh perilaku ibunya. Kita amati saja apakah pure hanya bermain, atau jadi kebiasaan yang tidak wajar. 

Diingatkan kembali apa kelaminnya, apa yang boleh dilakukan anak laki-laki dan yang tidak boleh. Lalu diberikan contoh.

Misal: "Anak laki-laki tidak boleh pake make up, lihat deh Ayah, Paman, Om, Kakek tidak pakai lipstik. Kamu laki-laki seperti Ayah, Paman, Om, Kakek, jadi tidak pake lipstik ya.."

Bisa juga kasih visualisasi wanita-wanita yang pake make up dan laki-laki yang tidak pake make up.

Bila Ayah di rumah, ayah dapat mendampingi lebih banyak di waktu 18-21 atau weekend. Supaya seimbang role model laki-laki dan perempuannya.

7. Tia Martiana Navratilova

Anak saya laki-laki 7 tahun,  saat ini dia belum pernah bertanya. Tapi apabila dia melihat banci,  khawatir dia bertanya itu laki-laki atau perempuan, bagaimana saya menjawabnya ? 🤔 Harus sesuai fakta atau sesuai penampilan dan tingkah laku?

Jawab: (Mba Yesi)

Diinfokan apa itu banci dan jelaskan kalau perilaku begitu tidak lazim di masyarakat. Bagaimanapun anak harus tahu yang mana salah dan benar dan menganalisanya, insya Allah akan terbangun filternya di anak. Karena kita tidak bisa mensterilkan anak hanya melihat yang baik-baik saja.

Gaya bahasa disesuaikan dengan usia ya..

Walaupun ada orang laki-laki yang berpakaian seperti perempuan karena profesi (cross dresser, tapi secara alami dia tidak gay).

8. Yunita Daniati

Jika anak laki2 dicap cengeng oleh lingkungan, dan bahwa yang boleh mennagis hanya wanita dan laki-laki tidak boleh menangis, bagaimana memberi tahu lingkungannya dan anaknya sendiri agar tidak merasa seperti wanita?

Jawab: (Mba Yesi)

Tanamkan ke anak menangis itu boleh asal tidak berlebihan. Siapapun (laki dan perempuan) boleh mengekspresikan perasaannya termasuk lewat menangis.

Karena menangis juga merupakan metode penyaluran (katarsis) emosi. Malah sebaiknya kita mengajarkan anak gradasi emosi supaya anak mampu mengenali dirinya sendiri (ini kecerdasan emosional lho).

Sedikit tambahan: di Jepang ada buku parenting berjudul "Nakeru Ko o Sodateyo". Artinya: Mari kita besarkan anak mampu menangis. 

Karena jiwa yang lembut menghasilkan hati yang lembut dan pribadi yang ramah. 

Kalau saya pribadi, saya selalu tarik anak di saat dia akan menangis di publik, biarlah dia menangis sepuasnya di saya. Karena orang lain suka tidak peduli soal tangisan anak laki-laki.

Kesimpulan 

Setiap manusia memiliki fitrah seksualitas dalam dirinya, laki-laki dan perempuan. Namun seiring berjalannya kehidupan, ada tantangan dan halangan seorang anak dalam menjaga fitrahnya seperti pergaulan yang bebas, parenting yang salah, media sosial dan sebagainya hingga berujung pada LGBT. Namun kita tidak boleh menutup mata ada LGBT yang cacat sejak lahir karena hormon dan genetik.

Alih-alih menumbuhkam fitrah seksualitas anak, orang tua malah membesarkan anaknya dengan stereotypengender. Padahal hal tersebut justru mengkerdilkan anak dan berefek buruk secara jangka panjang.

Tugas kitalah sebagai madrasah pertama bagi anak untuk menjaga fitrah anak pada usia pengasuhannya, bahkan sejak dalam kandungan. 

Agar kelak ketika kita harus melepas mereka pasa saat aqil baligh mereka sudah terbekali dengan fitrah yang ajeg sehingga akan lebih kuat menghadapi tantangan hidup.

Tanggapan dan kesimpulan dari saya

Memang isu LGBT ini mengkhawatirkan.. Semoga saya dan suami dapat membekali diri anak-anak dengan iman agama yang kuat dan Allah senantiasa melindungi Neta dan Nara, aamiin..

#Tantangan10Hari
#Level11
#KuliahBunsayIIP
#LearningByTeaching
#FitrahSeksualitas 

No comments:

Post a Comment