Monday, May 21, 2018

Game Level 11: Learning by Teaching Fitrah Seksualitas (Day 4)

Hari ke-empat yang melakukan presentasi adalah Kelompok 4, terdiri dari Mba Dwi Yunita Indah Sari (Ayu), Mba Amiyanti, Mba Fara Noor Aziza, Mba Yopi Tessa Agustina, dan Mba Nilla Dwi Respati Yamni. Mba Nilla sebagai host dan pemateri, Mba Ayu dan Mba Fara yang menjawab pertanyaan, serta Mba Yopi yang menuliskan penutup. 

Presentasinya dilakukan kemarin hari Minggu, 20 Mei 2018, pukul 05.00. Tetapi saya baru bisa khusyuk membaca besok sorenya.

Berikut presentasi Kelompok 4 dengan tema:
Mempersiapkan Calon Ayah dan Ibu yang Baik


Sesi tanya jawab

1. Lita Sulistia

Kapan ya anak laki-laki sebaiknya disunat?
Kalau dari segi kesehatan dan kebersihan kan sedini mungkin (cmiiw). 
Tapi saya bingung di satu sisi juga saya mau mengajarkan bahwa alasan disunatnya dan berkaitan dengan bersuci yang nantinya menyambung ke ibadah sholat?

Jawab: (Mba Fara)

Kebetulan saya juga punya anak laki laki. Saya bantu jawab sesuai pengalaman yaa..

Betul memang, kalau dari segi kesehatan dan kebersihan, memang sedini mungkin.
Dari Integral Medical Center, London, baik nya usia 7 - 14 hari.

Kalo saya dan suami, sama seperti Mba Lita, menunda sunat, menunggu anak lebih besar.
Sekaligus memberikan pemahaman tentang, apa fungsi sunat, kenapa anak-anak disunat, sekaligus pendidikan seks juga untuk anak, bahwa laki-laki disunat, perempuan tidak.

Untuk usia, dari usia 5 tahun, sudah mulai di-sounding ke anak-anak, pentingnya sunat, ditekankan pada kebersihan, dan ibadah.
Insya Allah anak pertama, 6 tahun, akhir tahun ini, sudah mau disunat.

Dan ini juga lihat case kesehatan anak, putra saya yang ke-2, ada indikasi fimosis.
Jika memang, tidak memungkinkan menunda sunat, untuk memberikan pemahaman, dikarenakan kasus medis, seperti anak saya yang kedua.
Memang lebih baik nya, disegerakan.. 

2. Yani Indriati

Bagaimana ya cara kita tahu apakah kita sebagai ibu, sudah sesuai fitrah belum ya? 
Ke tidak PD-an saya timbul ketika belajar kelompok begini, jadi refleksi masa lalu, yang saya sendiri tidak ingat apakah sudah disiapkan sejak anak-anak menjadi ibu sesuai fitrah. Sebelum kita mendidik anak, menyiapkan mereka sesuai dengan fitrahnya.

Jawab: (Mba Ayu)

Alhamdulillah karena Mba Yani kini menyadari & mulai mengingat-ingat apakah pengasuhan orang tua yang dulu sudah baik atau belum.
Selanjutnya adalah tazkiyatun nafs (penyucian jiwa), Mba Yani.
Alhamdulillah melalui diskusi ini kita juga banyak belajar, sehingga kita mulai bisa memperbaiki diri kita sesuai fitrah (memperbaharui fitrah) agar siap mendampingi anak kita.
Saya percaya sejatinya semua orang tua selalu ingin memberi yang terbaik untuk anaknya, bukan?

Tanggapan: (Mba Yani)

Bagaimana cara tahapan memperbarui fitrah untuk seorang ibu/bapak ya? Cara penyucian jiwa untuk mengetahui sudah sesuai fitrah atau belum? Apakah bisa dilakukan sendiri? Atau butuh orang lain, tapi siapakah yang kompeten untuk didatangi?

Jawab: (Mba Ayu)

Semua berasal dari dalam diri kita sendiri, Mba. Namun kadang kita butuh dorongan/motivasi dari orang lain atau lingkungan. Membaca buku, mengikuti seminar-seminar, mengikuti kelas di IIP juga bisa membantu memotivasi untuk kita bisa memperbaiki/memperbaharui fitrah kita.
Mungkin ada banyak tokoh-tokoh yang berkompeten di bidang ini, diantaranya ada Usadzt Harry Santosa dan Ibu Septi Peni Wulandani. 

3. Tresna Cahya

Saya tertarik dengan poin How To Start: Membangkitkan pemahaman dan fitrah seksualitas dari rumah/keluarga. Dicontohkan bahwa anak laki-laki dikenalkan dengan kegiatan maskulin (pertukangan, mekanik, dsb) dan perempuan (beres-beres, mengurus anak). Bagaimana batasannya agar si anak nanti tidak salah memahami, bahwa perempuan tidak perlu bisa bertukang, dan laki-laki tidak perlu bisa beres-beres atau tidak perlu mengurus anak, padahal sejatinya nanti ketika berumah tangga, skill tersebut diperlukan baik laki-laki atau perempuan.

Jawab: (Mba Ayu)

Sebaiknya awalnya anak-anak dikenalkan terlebih dahulu dengan kegiatan-kegiatan yang sesuai. Lelaki dengan hal-hal yang maskulin, perempuan dengan hal-hal feminin. Tujuannya agar anak paham "posisi"-nya sebagai lelaki atau perempuan.

Kemudian, jika sudah terpatri hal tersebut maka tak salah jika kemudian anak perempuan tahu cara memaku/memotong kayu. Atau lelaki bisa memasak.
Yang utama adalah membangkitkan sisi maskulin (bagi anak lelaki) & sisi feminim (bagi anak perempuan) agar siap menjadi lelaki sejati & perempuan sejati.

4. Yesi Agustina

Saya ingin bertanya, terkait mengembangkan fitrah seksualitas anak di lingkungan keluarga, bagaimana pandangan kelompok 4 dengan aktivitas memasak yang cenderung feminim, tetapi sebenarnya kalau dari sisi Montessori, memasak adalah salah satu practical life yang baik untuk dimiliki wanita dan laki-laki, apakah sebaiknya anak laki-laki tetap diajak melakukan aktivitas memasak/di dapur atau tidak? 

Jawab: (Mba Fara)

Sebenarnya, kami, termasuk, tidak memandang memasak adalah aktivitas yang feminim 😊

Karena memang memasak itu, berat. Dan tidak harus dilakukan oleh perempuan saja.
Beberapa chef terkenang, banyak juga yang laki laki.

Laki-laki  bisa memasak itu nilai juga termasuk hal yang positif.
Biar saat dewasa mandiri juga dan saat nanti berkeluarga istrinya sakit dia bisa menggantikan istrinya buat masakan atau lebih tepatnya merawat istrinya yang sedang sakit..

Anak laki-laki bahkan penting belajar memasak supaya bisa mandiri.
Dia mesti belajar berbagai bahan pangan yang tumbuh di alam. 
Bagaimana cara memastikan mana yang beracun dan tidak, bagaimana mengolahnya yang tepat.

Yang utama membangun sisi maskulin (bagi lelaki) & sisi feminin (bagi wanita). 

Kesimpulan dari Kelompok 4

Sejatinya sebagai sosok ayah ibu (orang tua), kita harus senantiasa hadir sebagai "teman" anak sejak lahir hingga baligh.
Sebagai orang tua, kita tidak berpikir tentang membesarkan anak tetapi berpikir tentang membesarkan generasi penerus.
Maka, mempersiapkan calon ayah & ibu yang baik adalah ikhtiar kita sebagai orang tua. Salah satunya adalah mengajarkan anak-anak tentang fitrah seksualitas. Sehingga kelak dapat tumbuh menjadi lelaki sejati & perempuan sejati yang siap menjadi ayah & ibu yang baik.
Selain melakukan ikhtiar-ikhtiar terbaik, tak lupa berdoa kepada Allah swt agar meridhoi langkah-langkah kita.

Tanggapan dan kesimpulan dari saya

Waaah, Kelompok 4 mantap sekali presentasinya, ditambah dengan oleh-oleh e-book aktivitas anak perempuan dan anak laki-laki. Menjadikan "jiper" sebagai kelompok terakhir yang tampil hehehe.. Kembali ke materi presentasi. Pengalaman saya sendiri, saya banyak belajar menjadi seorang wanita setelah menikah dan memiliki anak, secara autodidak. Dari pengalaman tersebut, saya belajar bahwa memang menjadi istri dan ibu haruslah dipersiapkan sebelumnya. Apalagi anak-anak saya perempuan dua-duanya. Insya Allah tidak ingin membiarkan mereka belajar sendiri, tetapi saya dan suami dapat memberikan bekal kepada mereka agar menjadi wanita, istri, dan ibu yang sebaik-baiknya. Aamiin.. Semoga Allah membantu usaha kami. :)

#Tantangan10Hari
#Level11
#KuliahBunsayIIP
#LearningByTeaching
#FitrahSeksualitas 

No comments:

Post a Comment