Thursday, May 31, 2018

Ruang Berkarya Ibu 2 Tahap 2 (Day 20)

Hari ini membuat anggaran acara playdate pertama Ninena, yaitu playdate + bukber keluarga, menuliskan perlengkapannya, serta persiapan kegiatan anak.

Untuk anggaran, utamanya dibelikan untuk makanan, yaitu tajil, cemilan, dan makan besar. Untuk perlengkapan yang perlu dipersiapkan, yaitu:
- nasi (masak di semua rice cooker)
- air kemasan dalam gelas
- piring rotan + kertas nasi
- gelas
- sendok
- karpet

Untuk kegiatan anak, rencananya membuat kartu lebaran. Perlengkapan yang perlu dipersiapkan, yaitu:
- kertas jilid 4 lembar (masing-masing dibagi 2)
- printable gambar ketupat, masjid, dan anak-anak muslim (perempuan & laki-laki)
- lem + korek kuping
- gunting
- pensil warna + rautan

#RuangBerkaryaIbu
#Ibu Profesional
#MandiriBerkaryaPercayaDiriTercipta
#KenaliPotensimuCiptakanRuangBerkaryamu
#Proyek2RBI
#Day20

Wednesday, May 30, 2018

Ruang Berkarya Ibu 2 Tahap 2 (Day 19)

Hari ini mulai mempersiapkan acara playdate pertama Ninena. Playdate pertama ini undangannya terbatas hanya untuk keluarga saja, yaitu sepupu-sepupu Neta dan Nara serta ayah ibunya, dan kakek neneknya. Membuat rundown, daftar keluarga, e-flyer, serta caption yang akan dibagikan di grup keluarga.

Untuk rundown, sederhana saja. Intinya ada kumpul-kumpul keluarga, ngobrol-ngobrol dan sharing, diselipkan kegiatan kerajinan tangan untuk anak-anak, dan tak lupa makan-makan hehehe.. Jumlah keluarga ada 12 orang dewasa dan 8 anak-anak. Berikut e-flyer dan caption-nya:


Undangan Playdate + Bukber Keluarga

Assalamualaikum Kakek, Nenek, Om, Tante, dan sepupu-sepupu Neta dan Nara. Datang yuk ke acara playdate + buka bersama keluarga:

📆 Sabtu, 2 Juni 2018
⏰ 16.00-19.00
🏠 Rumah Neta & Nara, Jl. Kubis IV No. 5, Pondok Cabe Ilir

Ditunggu kehadirannya ya 😊

Ninena Playdate & Library

#RuangBerkaryaIbu
#Ibu Profesional
#MandiriBerkaryaPercayaDiriTercipta
#KenaliPotensimuCiptakanRuangBerkaryamu
#Proyek2RBI
#Day19

Monday, May 28, 2018

Ruang Berkarya Ibu 2 Tahap 2 (Day 17)

Hari ini jadwalnya lanjut memasukkan buku-buku ke libib. Rencananya buku yang dimasukkan adalah serial komik Detektif Conan. Tetapi setelah dicoba mencari via ISBN, judul buku, dan penulis, hanya 1 seri Detektif Conan yang sudah ada di database libib. Fyuuuh.. berarti ini mah harus memasukkan satu-satu alias manual entry. Menuliskan sendiri data buku serta foto sendiri sampul depannya. Jadi.. untuk hari ini sekian dulu. Karena nanti siang akan pulang ke Tangsel, insya Allah besok akan lanjut memasukkan data buku-buku yang ada di sana. Baru setelah semua buku yang di sana dimasukkan, lanjut manual entry untuk buku-buku yang belum ada di database libib. Semangat!!!

Satu-satunya serial Detektif Conan yang berhasil ditemukan di database libib

#RuangBerkaryaIbu
#Ibu Profesional
#MandiriBerkaryaPercayaDiriTercipta
#KenaliPotensimuCiptakanRuangBerkaryamu
#Proyek2RBI
#Day17

Sunday, May 27, 2018

Ruang Berkarya Ibu 2 Tahap 2 (Day 16)

Hari ini jadwalnya mulai memasukkan data-data buku ke libib. Sudah 16 buah buku yang berhasil dimasukkan, dengan memasukkan nomor ISBN buku atau mencari buku berdasarkan judul dan penulis. Buku-buku yang sudah dimasukkan antara lain Harry Potter, buku karya Enid Blyton, buku komik ilmu pengetahuan, dan buku-buku psikologi. Dapat dilihat di tautan berikut: https://ninena.libib.com/i/buku-nika.


#RuangBerkaryaIbu
#Ibu Profesional
#MandiriBerkaryaPercayaDiriTercipta
#KenaliPotensimuCiptakanRuangBerkaryamu
#Proyek2RBI
#Day16

Game Level 11: Learning by Teaching Fitrah Seksualitas (Day 10)

Hari kesepuluh yang melakukan presentasi adalah Kelompok 10, terdiri dari Mba Erna Leri, Mba Fasta Biqil Khairani Tasran, Mba Rizky Ajeng Andriani, dan saya sendiri, Nika Yunitri. Kami berempat sudah sempat membuat materi presentasi bersama-sama secara offline. Sayangnya, HP Mba Ajeng rusak sehingga tidak dapat hadir saat presentasi di grup. Presentasinya sendiri dilakukan kemarin hari Sabtu, 26 Mei 2018, pukul 05.00. 

Berikut presentasi Kelompok 10 dengan tema:
Percaya Diri Mendidik Seksualitas Anak di Era Digital

Materi:

Sesi tanya jawab:

1. Yani Indriati

Mba, bagaimana ya menjelaskan tentang seksualitas kepada anak sesuai usia, karena kan selama ini dianggap tabu ya... adakah referensi yang bisa digunakan?

Jawab: (Nika)

Sebelum menjawab, izin menyamakan pengertian seksualitas ya.

Seksualitas bukanlah tentang seks, melainkan dapat berupa pengenalan gender, pemahaman pubertas.

Pengenalan gender dapat dilakukan sejak usia dini seperti: Adik perempuan seperti Ibu, kalau pipis di toilet perempuan ya.

Pemahaman pubertas misal kita bisa masuk ketika anak-anak bertanya.
"Ma, kenapa di ketiak Mama ada rambutnya?"
"Ini salah satu tanda perubahan dari anak-anak menjadi dewasa, Dek. Nanti Adek juga akan tumbuh rambut di ketiak jika umurnya sudah menuju dewasa."

Tambahan: (Mba Fasta)

Tambahan contoh percakapan orangtua-anak:

"Dulu waktu Ayah kecil, Ayah penasaran tentang ... . Waktu itu Ayah tidak bisa bertanya ke siapa-siapa soal ini, malu. Ayah baru tahu pas sudah SMA. Sekarang kalau kamu merasa penasaran soal sesuatu, tanya saja sama Ayah. Ayah janji tidak akan marah sama pertanyaan-pertanyaan kamu.

Tanggapan: (Mba Yani)

Misal ke usia lebih lanjut, bertanya tentang mimpi basah, tentang perasaan ke seseorang, tentang bagaimana proses reproduksi sehingga ada anak.

Usia baligh ini yang kepikiran banget jadi PR, adakah referensi yang bisa di-share dalam menjawab tantangan-tantangan yang sering dianggap tabu itu?

Jawab: (Nika)

Jika anak bertanya, kita tenang dulu, kendalikan diri, tarik nafas, dan cek pemahaman anak.

Lalu kita bisa menjawab dengan jawaban terbaik saat itu, tanpa dilebihkan atau dikurangi. Kemudian jika anak masih ingin tahu, baru kita memperbolehkan bertanya lagi. 

Referensinya ada di salah satu sumber bacaan kami:

Tambahan: (Mba Erna)

Ini untuk proses menstruasi yaa..

2. Yunita Daniati

Bagaimana cara menjauhkan anak-anak dari pornografi ketika sedang memegang gadget terkait fitrahnya? Terkadang anak melihat gadget temannya yang tidak diawasi orang tuanya di sekolah dan anak tanpa sadar telah menonton pornografi.

Jawab: (Mba Fasta)

1. Yang paling utama adalah menanamkan pemahaman tentang agama sedini mungkin. Dalam hal ini mengajarkan agama tidak sekedar anak menjadi bisa, misal bisa baca/hafal Al-Quran, orang tua perlu menanamkan secara emosional agar anak menyukai aktivitas itu. 

2. Menguatkan bonding antara orang tua dan anak seperti yang pernah di bahas di presentasi-presentasi sebelumnya. Menjalin dan menjaga bonding dengan anak ini sangatlah urgent karena dengan ikatan yang kuat anak akan bisa lebih 'mendengarkan' orang tua.

3. Dengan nilai agama yang baik dan bonding dengan orang tua yang baik pula diharapkan anak sudah dapat membedakan mana yang baik dan yang buruk.

4. Kehidupan anak di luar ketika jauh dari orgtua bukanlah 'kuasa' kita untuk mencegahnya. Selain tentunya berdo'a ke Allah agar anak-anak kita dijauhkan dari hal-hal buruk dan menjerumuskan, ikhtiar kita membangun value ke anak semoga dapat membuatnya lebih bijak dalam mengambil apa yang baik dan meninggalkan apa yang buruk.

3. Mahargyani Yogyantari

Bagaimana jika anak sudah terlanjur terpapar pornografi?

Jawab: (Nika)

Berikan pemahaman bahwa yang sudah ia lihat tersebut bukanlah hal yang baik. Misal:
"Ma, tadi aku lihat video orangnya tidak pakai baju."
"Wah, Adek lihat dimana?"
"Di HP temen waktu istirahat sekolah tadi."
"Apa yang sedang orang di video tersebut lakukan, Dek? Kok tidak pakai baju."
"Iya, tadi Adek lihat yang laki-laki buka pakaiannya di depan perempuan."

Duh, naudzubillah min dzalik (sambil elus dada) 😭

Tenang dulu Bun, tenang. Lalu kita jawab:
"Wah, tidak boleh itu Dek, kita lihat video seperti itu. Adek saja kalau buka baju menyembunyikan diri kan ya dari orang lain. Lain kali tidak boleh lagi lihat video sepert itu. Kalau diajak teman, jangan mau lagi. Adek main sama teman lain yang baik saja. Atau lapor Bu Guru."

Kita juga bisa komunikasikan dengan gurunya di sekolah.

Tambahan: (Mba Fasta)

Menurut kami yang perlu dilakukan awalnya adalah tetap tenang, kemudian ajak diskusi hangat, minta anak menceritakan pengalaman dan pendapatnya dan kita dengarkan seutuhnya, dengarkan dan dengarkan, kemudian bisa ingatkan dengan 'value' agama dan 'value' keluarga, jelaskan konsekuensi dari paparan pornografi dan 'value' yang tidak terjaga, untuk kasus paparan pornografi yang sudah berat jangan ragu untuk berkonsultasi ke ahlinya (psikolog dan tenaga ahli lainnya).

4. Marisa Andi Bumbung

Era digital ini mempunyai 2 sisi. Baik dan buruk. Sehingga saya sebagai orang tua terkadang merasa parno. Apakah mengizinkan anak mengakses internet  atau memberi batasan (misal saat ini anak boleh mengakses internet, hari sabtu dan minggu. Maksimal 1 jam). Padahal teman sebayanya sudah diberikan fasilitas internet tanpa batas. 

Saya ingin bisa disiplin, namun dengan kasih sayang kepada anak. Memberi batasan yang tegas, tanpa terkesan kaku dan galak kepada anak.

Kiatnya bagaimana ya?

Jawab: (Mba Fasta)

Betul Mba, ada 2 sisi mata pisau ya dan kita orang tua harus aware.

Kebijakan Mba Marisa membatasi penggunaan gadget kami rasa sudah merupakan bentuk 'sayang' ke anak, kembali lagi ke 'value' yang ada di keluarga Mba Marisa. 😊

Mungkin keluarga lain memiliki 'value' yang berbeda, dan bisa jadi berpotensi mempengaruhi 'value' anak kita ketika berada di lingkungan teman-temannya.

Mungkin yang bisa jadi pertimbangan adalah seperti jawaban poin 2 di atas mba sebagai bentuk ikhtiar kita membangun imun anak mengambil hal baik dan meninggalkan yang buruk. Karena suatu saat memang mereka akan memiliki kehidupannya sendiri, berjuang sendiri di luar sana tanpa ada kita orang tua di dekatnya. 

Tambahan: (Mba Erna)

Sedikit tambahan.

Mengenalkan batasan kepada anak sangat penting agar anak dapat mengetahui hal yang boleh dan tidak, tentunya harus disertai dengan penjelasan.

Misal:
Gadget hanya boleh 1 jam saja agar kesehatan mata terjaga lalu anak bisa dialihkan untuk kegiatan lain.

Dan yang terpenting setelah diberikan penjelasan, batasan tersebut disepakati semua pihak.

Kita juga sebagai orang tua harus konsisten. Tegas bukan berarti tega/tidak sayang.

5. Wenti Indrianita

Terima kasih materinya. Mau tanya ya. Menurut kelompok 10, kepercayaan yang seperti apakah yang bisa diberikan kepada anak dalam menghadapi era digital?  Terutama jika kelak anak sudah aqil baligh, masuk usia remaja dan mengenal sosial media atau whatsapp misalnya. Apakah meminta password sosial media anak atau mengecek hp-nya diam-diam adalah sesuatu yang baik? 

Bagaimana mengarahkan anak agar menggunakan sosial media dengan bijak? Karena sekarang saja banyak sekali trend tak penting yang dilakukan remaja di media sosial. Dan anak bisa terlanjur ikut ikutan sekalipun buat iseng.

Jawab: (Nika)

Memberikan kepercayaan tentunya setelah kita menanamkan value yang baik dalam keluarga ya Mba. Boleh keluar rumah (tidak diam di rumah saja), bergaul dengan berbagai macam orang, sampai rumah apabila anak bercerita kita dengarkan terlebih dahulu (tidak men-judge). Memperbolehkan punya gadget/media sosial sesuai usia. Misal FB min 13 tahun. Izin meminta password bila diperbolehkan atau saling berteman, jadi kita tahu apa yang di-post anak. Kalau diam-diam sebaiknya jangan. Hargai privasi anak. Kalau mau mengecek buka password yang sudah diberikan, bilang dulu.

Bagaimana mengarahkan supaya bersosial media yang baik?
1. Jadilah teladan, orang tua juga harus bijak terlebih dahulu dalam pemakaiannya.
2. Beritahu apa sebaiknya yang boleh dan tidak boleh di-post. Misal yang tidak boleh di-post: no telpon, alamat lengkap, dsb.
3. Tetap memantau. Jika ada post yang tidak baik, bertanya dulu maksud post-nya, dan berikan pengertian post tersebut tidak baik.

6. Yopi Tessa Agustina

Bagaimana kalau anak di rumah sudah dibatasi dalam gadget. 
Tapi ternyata di luar, suka ke warnet, main game, karena teman-temannya seperti itu. Sudah beberapa kali diberikan pengertian, malah sembunyi-sembunyi. Bagaimana menyikapinya? Anak usia 11 tahun.

Jawab: (Nika)

- Diberikan alternatif kegiatan positif yang lain. Bisa mengaji, olahraga, musik, seni, dll.
- Dikuatkan family time-nya. Atau misal kegiatan dengan salah satu orang tua: nge-game sama Ayah tapi game yg bermanfaat, didampingi saat main game.

Kesimpulan:

Anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar, terutama tentang seksualitas dan di era digital ini anak-anak dapat dengan mudahnya mencari informasi, sehingga rentan mendapatkan informasi yang salah atau yang tidak sesuai dengan tingkat pemahaman dan umurnya. Sedangkan orangtuanya masih tabu dan kelu untuk membicarakan seksualitas.

Memang, bicara seputar seksualitas dengan anak adalah momen yang sangat canggung tetapi pengetahuan seksualitas yang mumpuni dan keluar dari tabu adalah modal awal orang tua untuk menjelaskan tentang seksualitas.

Pastikan bahwa kita orang tuanya adalah sumber pertama dan utama yang siap menjawab dengan pengetahuan yang benar dan terpercaya anak dalam memahami seksualitas.


Studi kasus dari Teh Chika:

Saya mau ikut tanya/minta saran aja ya.. 🙏🏻

Sejak bunsay #1, saya meminta saran atas kasus ini,

Anak didik di TBM yang saya fasilitasi usianya 12 tahun, perempuan.

Ia sangat tomboi, bukan hanya dalam sikap atau sifat, tapi secara jasmani ia belum ada tanda-tanda pubertas. 

Suaranya bahkan semakin lama semakin berat, seperti laki-laki.

Saat ada sesi curhat, saya sering mengecek perkembangan pubertas anak-anak, dan anak tersebut dengan tegas menolak:

"Aku tidak mau menstruasi, aku juga tidak mau seperti perempuan."

Tapi dia masih suka ke masjid pakai mukena, tapi setelah shalat langsung bergabung dengan anak laki-laki. 

Apa yang bisa saya lakukan sebagai "orang lain" dan topik apa yg bisa didiskusikan, namun tidak menyinggungnya.

Hasil diskusi studi kasus:

Pengalaman menjadi tomboi-nya sedikit melegakan dan membuat harapan dan semangat saya muncul kembali..

📌 accepting
📌 perdalam ikatan emosional
📌 menjadi sahabatnya
📌 menghadirkan sosok yang keren versi dia? 😅 Biar termotivasi begitu.. Karena kami punya rekan fasilitator laki-laki yang jadi idola, tapi cuma hadir beberapa bulan sekali. Dan anak-anak memang maunya nempel saja kalau yang keren ini hadir.

Kesimpulan dari saya:

Pendidikan seksualitas bukanlah hal yang tabu untuk dibicarakan kepada anak-anak. Malah orang tua harus siap membekali anak-anak dengan pendidikan ini untuk kebaikan masa depan mereka. Jadilah teman bagi anak-anak, siapkan masa pubertas mereka. Senantiasa dampingi pula dalam setiap aktivitasnya di era digital ini. Teknologi bagaikan 2 sisi mata logam. Ada kebaikan dan keburukan di dalamnya, tetapi manusia sendirilah yang menentukan apakah teknologi menjadi kebaikan atau keburukan bagi dirinya dan keluarganya.

#Tantangan10Hari
#Level11
#KuliahBunsayIIP
#LearningByTeaching
#FitrahSeksualitas  

Saturday, May 26, 2018

Game Level 11: Learning by Teaching Fitrah Seksualitas (Day 9)

Hari kesembilan yang melakukan presentasi adalah Kelompok 9, terdiri dari Mba Erlina Ayu Pratiwi, Mba Ika Peronika, dan Mba Tri Heryani. Presentasinya dilakukan kemarin hari Jumat, 25 Mei 2018, pukul 05.00. Tetapi saya baru bisa khusyuk membaca besok malamnya.

Berikut presentasi Kelompok 9 dengan tema:
Lingkungan dan Fitrah Seksualitas Anak

Materi:

Sesi tanya jawab:

1. Tresna Cahya

Anak-anak yang lebih besar umumnya lebih mudah terpengaruh oleh teman, apalagi waktu yang mereka habiskan di sekolah cukup banyak dibanding di rumah. Bagaimana cara antisipasi kemungkinan adanya pengaruh buruk dari teman-teman anak?

Jawab: (Mba Tri)


Menurut hasil rangkuman dari beberapa seminar yang saya ikuti, beberapa solusinya adalah

1. Perkuat karakter anak dengan agama dan pembiasaan adab yang baik

2. Orang tua harus mengenal teman teman sang anak agar bisa mengantisipasi pengaruh buruk yang mungkin timbul

3. Orang tua harus menjadi tempat yang nyaman bagi sang anak. Supaya anak mau terbuka

4. Pola asuh yang tepat yang diterapkan oleh keluarga.

2. Marisa Andi Bumbung

Bagaimana caranya mengedukasi kepada anak bahwa dirinya berharga? Baik untuk balita maupun anak usia 5-12 tahun.

Jawab: (Mba Tri)


1. Dengan memperlakukan dia dengan baik, tidak sembarangna menyentuhnya, minta izin kalau kita akan menyentuh bagian yang pribadi.

2. Mencontohkan dan menerapkan adab yang baik. Menutup pintu kalau di kamar mandi, tidak membuka pakaiannya di depan orang lain.

3. Ajak anak mengenali bagian tubuhnya, dan jelaskan fungsi setiap bagian dengan bahasa sederhana. Katakan, tubuhnya adalah karunia yang sangat berharga dan harus dijaga dengan baik.

4. Bangun kebiasaan positif. Misalnya, tidak berganti baju di tempat terbuka, tidak pipis di sembarang tempat, dll.

5. Tanamkan pentingnya menjaga organ tubuh tertentu, seperti alat vital, dari sentuhan orang lain. Tentu saja, disertai penjelasan sederhana yang bisa ia terima dan mengerti dengan baik.

6. Biasakan anak berpakaian sesuai identitas kelaminnya sejak dini. Banyak kelalaian orang tua untuk hal ini. Mereka membuat anak perempuan menjadi tomboy, dan anak laki-laki menjadi feminin. Dalam kondisi ekstrem, anak bahkan bisa mengalami kebingungan identitas seksual.

3. Nika Yunitri

Bagaimana caranya mengantisipasi cepatnya arus informasi?

Jawab: (Mba Erlina)


1. Dengan menyaring semua konten yang bersentuhan dengan anak. Baik tontonan, aplikasi, bacaan dll. Sebisa mungkin dampingi dan bahas saat anak anak bersentuhan dengan media informasi.

2. Tanamkan dengan bahasa anak mengenai mana informasi yang baik dan tidak baik.

Tanggapan: (Teh Chika)

Yang ini jadi teringat kontrak gadget yang beberapa tahun sempat viral.

Dan mungkin ada yang bisa share, sebaiknya kapan anak dapat akses gagdet? Atau berapa lama screen time yang wajar?

Jawaban: (Mba Erlina)



4. Yunita Daniati

Bagaimana jika orang tua tidak suka dengan lingkungan bermain anak, terutama temannya anak-anak karena dikhawatirkan memberikan pengaruh buruk, akan tetapi jika kita bicarakan "kenapa bunda tidak suka kamu main sama dia, karena dia itu suka nakal atau berisik" lalu keesokannya dia malah ngomong sama temannya bunda tidak suka kalau kamu berisik jadi jangan berisik, padahal karena ada hal lain yang dikhawatirkan memberikan pengaruh. Bagaimana mengkomunikasikannya?

Jawab: (Mba Erlina)


1. Kalau bisa mendekati temannya dan merubah perilakunya akan baik sekali, tapi kalau tidak bisa, lebih baik dialihkan ke lingkungan yang lebih baik. Karena anak anak adalah masa yang krusial. Mereka harus tumbuh dengan baik di lingkungan yang baik. Sambil kita perkuat di dalamnya. perkuat imannya dan adabnya.
2. Mengkomunikasikan secara santai dengan bahasa yang dimengerti anak.
3. Memberi tahu anak kita perilaku apa saja yang kurang baik dari diri anak tersebut, tanpa menyebutkan anak tersebut sebagai subyek, jadi anak kita akan melakukan penilaian dengan sendirinya dan memutuskan sikapnya.

Kesimpulan:

Keteladanan dan kedekatan antara orang tua dan anak adalah kunci utama dalam menumbuhkan fitrah seksualitas, sebagaimana telah dijelaskan oleh Ust. Harry Santosa, bagaimana kehadiran ayah dan ibu dalam tahapan usia anak merupakan bagian dari Pendidikan fitrah seksualitas.

Di samping keteladanan dan kedekatan, tentu ada hal lain yang perlu dipersiapkan oleh ayah dan ibu agar anak anak tumbuh menjadi dewasa yang bertanggung jawab dengan fitrah seksualitasnya. Salah satu hal yang perlu menjadi perhatian adalah bagaimana memberi pengarahan kepada anak agar dapat memenuhi fitrah seksualitasnya, dan salah satu cara memberi arahan yang baik adalah dengan memberikan  pendidikan seks.

"Adapun hak anakmu adalah, ketahuilah bahwa ia berasal darimu. Dan segala kebaikan dan keburukannya di dunia, dinisbatkan kepadamu. Engkau bertanggung jawab untuk mendidiknya, membimbingnya menuju Allah dan membantunya untuk menaati perintah-Nya."

"Maka, perlakukanlah anakmu sebagaimana perlakuan seseorang yang mengetahui bahwa andaikan ia berbuat baik pada anaknya, niscaya ia akan mendapatkan pahala dan andaikan ia berbuat buruk niscaya ia akan memperoleh hukuman."(Al Khislal, hal.568)

Tanggapan dan kesimpulan dari saya:

Anak mau tak mau akan terpapar lingkungan dan semakin besar akan semakin sering berinteraksi dengan lingkungan. Tugas orang tualah membekalinya dengan nilai-nilai keluarga dan keimanan agar yang negatif dari lingkungan tidak terbawa oleh anak. Batasan-batasan, aturan, dan kedisiplinan juga diperlukan, tentunya dengan diskusi dan kesepakatan terlebih dahulu. Hadapi anak sebagai seorang manusian yang utuh. Yang tak kalah penting, membangun kedekatan dengan anak. Dampingi anak saat menonton tv dan bergadget.

#Tantangan10Hari
#Level11
#KuliahBunsayIIP
#LearningByTeaching
#FitrahSeksualitas 

Ruang Berkarya Ibu 2 Tahap 2 (Day 15)

Hari ini jadwalnya beres-beres buku di rumah Bandung, untuk nantinya buku-buku ini dimasukkan ke libib Ninena mulai besok. Waaah ternyata lumayan banyak juga jumlah bukunya. Buku-buku jadul hehehe.. Ada komik Conan, Harry Potter, buku-buku tentang wanita, tentang pencarian jati diri, kebahagiaan, dan pekerjaan hahaha.. Bahkan ada buku karya Enid Blyton. Sungguh menjadi kenangan yang indah buku-buku lama saya ini. :') 

Berikut dokumentasinya:

My treasures..

#RuangBerkaryaIbu
#Ibu Profesional
#MandiriBerkaryaPercayaDiriTercipta
#KenaliPotensimuCiptakanRuangBerkaryamu
#Proyek2RBI
#Day15

Seandainya Saya Menjadi Fasilitator Bunda Sayang

Alhamdulillah, sampai juga saya ke jenjang fasilitator berikutnya setelah dua kali berkecimpung menjadi fasilitator matrikulasi. Di matrikulasi batch 4, saya menjadi fasilitator di kelas online Sumatera Utara dan di matrikulasi batch 5, saya menjadi fasilitator kelas Tangsel Offline.

Online dan offline, keduanya memiliki kelebihan masing-masing. Saya sendiri termasuk ke dalam peserta kelas online Bunda Sayang batch 2 Tangsel. Sewaktu di cawu 1, fasilitatornya adalah Mba Nesri Baidani. Mba Nesri, yang terkenal dengan the power of question-nya, memang benar-benar tegas dan "makjleb" dalam menjawab pertanyaan. Tetapi dari jawaban-jawabannya yang singkat dan padatlah, saya jadi banyak termenung dan belajar. Menjadi refleksi diri dan menggelitik untuk berpikir sendiri. Memang seperti itulah baiknya pembelajaran untuk orang dewasa: menemukan jawabannya sendiri sehingga dapat mengaplikasikannya tanpa paksaan dari orang lain.

Saat cawu 2, fasilitatornya adalah Mba Farida Ariyani, Leader IP Depok. Mba Farida yang selalu menyajikan pendukung-pendukung materi, membuat peserta senantiasa mencari tahu lebih dalam daripada sekedar membaca materi yang dibagikan dari tim fasilitator pusat. Diskusi yang bermulai dari sebuah pertanyaan sangat membangkitkan curiosity peserta sehingga dapat mengumpulkan jawaban-jawaban dan kesimpulan dari hasil diskusi peserta. Keaktifan peserta dalam diskusi meningkat ketika Mba Farida mendampingi kami.

Di cawu 3 ini, fasilitatornya adalah Manajer Bunda Sayang IIP, Teh Dzikra I. Ulya yang biasa disapa Teh Chika. Teh Chika yang terkenal dengan high tech-nya serta pastinya memiliki manajemen waktu dan gadget yang sangat baik, mengingat memegang seluruh batch Bunda Sayang serta amanah-amanah yang lain: Leader IP Cianjur serta fasilitator anak-anaknya yang homeschooling. Masya Allah, saya membayangkannya saja pasti Teh Chika sibuk sekali ya, Teh. Di kelas, Teh Chika menyajikan materi dengan cara yang tidak biasa, seperti saat materi tentang kreativitas. Benar-benar kreatif materinya, bukan berupa bacaan dengan serangkaian tulisan panjang, tetapi berupa gambar dan tulisan singkat yang benar-benar mengasah sisi kreativitas peserta. Dan di level 11, kami diminta presentasi sendiri per kelompok tentang fitrah seksualitas. Learning by teaching istilah kerennya. Dimana benar sekali yang tergambar dalam piramida metode pembelajaran, bahwa mengajarkan adalah level tertinggi belajar. Sungguh sangat menginspirasi! :)

Dari mereka, saya belajar banyak bagaimana seharusnya menjadi fasilitator bunda sayang. Membuat peserta belajar sendiri, mencari referensi lain selain materi yang diberikan, menjalin kedekatan dengan peserta agar peserta aktif berdiskusi, menggelitik sisi intellectual curiousity-nya, menjadikan pembelajaran menjadi suatu yang berbeda tiap levelnya, dan tak kalah penting: manajemen waktu dan gadget yang mumpuni.

Di Tangsel sendiri sementara ini, sudah ada Mba Harnum Annisa yang sudah dinyatakan lulus menjadi fasilitator Bunda Sayang batch 4. Mba Nisa lebih memilih kelas online untuk diampu. Oleh karena itu, saya kembali ingin menjadi fasilitator offline di kelas bunsay. Selain agar peserta yang tertarik dengan kelas offline ada wadahnya, saya juga sedang mengasah bakat communication saya yang ternyata termasuk salah satu bakat dominan menurut hasil ST30. 

Belajar tatap muka itu menurut saya berbeda feel-nya. Semangatnya mudah menular, komitmen kehadiran, konsistensi, kekeluargaan, kehangatan, dan kebersamaan begitu terasa. Seperti memiliki keluarga baru yang satu frekuensi begitu. Ditambah lagi, dengan banyaknya grup dan chat WA, kelas offline menurut saya dapat memberikan pemahaman yang mendalam. Seperti yang saya baca di open house sepekan bunda sayang lalu, fasilitator bunsay Bandung mengadakan games-games yang berbeda sesuai tema levelnya. Menurut saya hal ini sangat menarik untuk diulik dan dipraktikkan bersama para peserta nanti.

Di Tangsel, bunsay batch 3 juga sudah ada kelas offline dengan Mba Nani Nurhasanah sebagai fasilitatornya. Saya pernah mengikuti sekali kelasnya dalam rangka belajar menjadi fasilitator matrikulasi offline kala itu. Dan ternyata Mba Nani pun sangat baik dalam menjalani perannya ketika menjadi fasilitator offline, mengetahui teknik-teknik fasilitasi, karena sebelumnya beliau tergabung di Indonesia Mengajar. Mba Nani pun sudah menawarkan untuk sharing tentang teknik-teknik fasilitasi ini kepada yang berminat di grup pengurus. Tentunya saya jawab mauuu hehehe.. Semoga bisa belajar lebih banyak lagi dari Mba Nani ataupun fasilitator-fasilitator lainnya aamiin..

Menjadi fasilitator bagi saya adalah sarana pay it forward. Ketika Ibu Septi dengan program institutnya yang begitu menginspirasi banyak ibu agar menjadi ibu yang lebih baik lagi. Ketika Mba Adit dan Mba Fitri menjadi fasil matrikulasi saya, menjadikan saya menemukan diri ini kembali setelah berubah status dari ibu yang bekerja di ranah publik menjadi ibu yang bekerja di ranah domestik bahagia. Ketika Mba Nesri, Mba Farida, dan Teh Chika yang menjadi diri sendiri dan fasilitator terbaik versi masing-masing, ada keinginan untuk melayani teman-teman lainnya agar dapat merasakan kelas bunda sayang ini. Karena bila tidak ada fasilnya, tentu kelas bunsay tidak dapat berjalan. Semoga saya lulus ya Teh Chika hehehe.. dan berjuang menjadi versi terbaik diri saya. Aamiin!

Friday, May 25, 2018

Game Level 11: Learning by Teaching Fitrah Seksualitas (Day 8)

Hari kedelapan yang melakukan presentasi adalah Kelompok 8, terdiri dari Mba Faradilla Ardasy, Mba Nareswari Putri Sulisvianthi, Mba Mahargyani Yogyantari, dan Mba Yesi Agustina. Presentasinya dilakukan kemarin hari Kamis, 24 Mei 2018, pukul 05.30. Tetapi saya baru bisa khusyuk membaca besok malamnya.

Berikut presentasi Kelompok 8 dengan tema:
Keseimbangan Peran Orang Tua dalam Pengasuhan Terkait Maraknya Kasus LGBT


Sesi tanya jawab

1. Ika Peronika

Kalau penyebabnya faktor genetik, apakah bisa diobati teman-teman?

Jawab: (Mba Yesi)

Di beberapa riset, ada  intervensi terapi hormon di saat anak usia tertentu. Ada juga yang operasi modifikasi kelamin kalau ternyata hormon dominannya bukan yang sesuai tampilan badannya. Karena ada kasus anak-anak yan dari kecil sudah merasa mereka LGBT.

🐾Pendidikan agama yang ajeg 

Pernah ada kasus dimana ada bawaan gay dari lahir tapi karena dia dididik agamanya baik oleh orang tuanya, dia berusaha melaawan hasrat itu (walau berat).

2. Fara Noor Aziza

Untuk case LGBT, karena faktor genetik, apa penyebabnya?
Adakah deteksi dini yang bisa dilakukan?
Apa do dan don't nya untuk ibu hamil?

Tadi baca: baru, tidak bikin stress ibu hamil saja.

Jawab: (Mba Yesi)

Sejak 50-60 tahun sudah ada berbagai riset tentang genetik mempengaruhi kemunculan homoseksualitas pada seseorang. Hanya saja hasilnya tidak bisa generalisir. 

Yang pernah diteliti adalah kelebihan atau kekurangan hormon androgen pada periode gestasi awal (hamil muda). Ada sindrom CAH (liat di slide) yang bisa dideteksi karena ada ciri-ciri tertentu yang mungkin muncul (mungkin juga tidak/tersamar).

Yang kami belum tahu adalah apakah di Indonesia, ahli fetomaternal melakukan check up sejauh itu. 

Do and Dont-nya.. Sebenarnya sudah ditulis di solusi. 

Yang utama adalah menyediakan lingkungan minim stres selama promil. Memang kadang tidak ideal untuk sebagian orang, tapi minimal kehamilan tersebut adalah sesuatu yang memang diharapkan, bukan yang unplanned dan unwanted.

3. Irma Rachmawati

Berhubung anakku perempuan dan laki-laki. Bagaimana cara mengantisipasi agar adik tidak kecenderungan bermain mainan kakaknya yang perempuan dan sebaliknya. Soalnya biasanya si adik ikut-ikutan si kakak mainnya.
Minta tips-tipsnya ya.. Kalau ada rekomendasi mainan atau tontonannya juga boleh.

Jawab: (Mba Yesi)

Pisahkan mainan pribadi dan mainan bersama.

Misal mainan pribadi anak perempuan: barbie/boneka

Misal mainan pribadi anak laki-laki: thomas n friends

Untuk mainan bersama:
Beli mainan yang warnanya netral, sekarang banyak juga mainan masak-masakan/sapu-sapuan/kasir-kasiran yang netral warnanya.

Video: 


4. Nilla Dwi Respati Yamni

Bagaimana cara menghindari LBGT pada anak-anak saat berinteraksi dengan teman sebayanya?

Jawab: (Mba Yesi)


Dari awal sudah diinfokan jenis kelamin apa si anak, dan jenis kelamin apa si temannya. 

Dikasih tahu apa itu aurat dan batas-batasan apa yang boleh dilakukan kalau main sama yang beda jenis kelamin (contoh: tidak boleh bersentuhan berlebihan, tidak boleh memperlihatkan aurat kepada siapapun).

5. Firsty Nurtiasih

Misalkan contoh kasus anak yang sudah terkena sexual abuse, kasusnya dilecehkan sama orang dekat, tapi dia simpan dan seolah baik-baik saja, sampai saatnya anak itu dewasa dan berkeluarga apakah berdampak sama kehidupan berumahtangganya?

Jawab: (Mba Yesi)


🐾Sexual abuse itu biasanya tertanam dalam..

Tidak ada istilah baik-baik saja kalau terkena pelecehan seksual. Mereka biasanya tidak membicarakannya karena takut distigma negatif padahal mereka yang jadi korban.

🐾Tergantung dari pribadinya. Trauma itu pasti karena pelecehan itu menyakitkan lahir batin. 

Inilah pentingnya bonding antara ortu dan anak agar anak terbuka sama ortu. Di saat anak ada perbedaan perilaku si orang tua bisa melakukan pendekatan dan probing.

🐾Bisa ya, bisa tidak. Beberapa teman saya mendapatkan pelecehan seksual di masa kecilnya, bahkan ada yang dilakukan oleh oknum dokter gigi yang tiap bulan harus dia kunjungi, tapi Mamanya tidak menunggu di dalam. Di saat ia menikah, ia sudah bisa memaafkan semua masa lalunya, tanpa orang tuanya tahu. Tapi memang si anak punya konsep diri yang sangat positif sejak kecil, self esteem-nya kuat.

6. Yopi Tessa


Berhubung anakku laki-laki 4 tahun suka liat bundanya dandan. Seringkali pengen minta lipstik, bedak, parfum dll. Pernah lipstik bunda dipakai, sembunyi-sembunyi atau pakai bedak di pojokan.
Itu bagaimana menyikapinya.. khawatir juga..

Jawab: (Mba Yesi)

Anak laki-laki usia 4 tahun biasanya mencontoh perilaku ibunya. Kita amati saja apakah pure hanya bermain, atau jadi kebiasaan yang tidak wajar. 

Diingatkan kembali apa kelaminnya, apa yang boleh dilakukan anak laki-laki dan yang tidak boleh. Lalu diberikan contoh.

Misal: "Anak laki-laki tidak boleh pake make up, lihat deh Ayah, Paman, Om, Kakek tidak pakai lipstik. Kamu laki-laki seperti Ayah, Paman, Om, Kakek, jadi tidak pake lipstik ya.."

Bisa juga kasih visualisasi wanita-wanita yang pake make up dan laki-laki yang tidak pake make up.

Bila Ayah di rumah, ayah dapat mendampingi lebih banyak di waktu 18-21 atau weekend. Supaya seimbang role model laki-laki dan perempuannya.

7. Tia Martiana Navratilova

Anak saya laki-laki 7 tahun,  saat ini dia belum pernah bertanya. Tapi apabila dia melihat banci,  khawatir dia bertanya itu laki-laki atau perempuan, bagaimana saya menjawabnya ? 🤔 Harus sesuai fakta atau sesuai penampilan dan tingkah laku?

Jawab: (Mba Yesi)

Diinfokan apa itu banci dan jelaskan kalau perilaku begitu tidak lazim di masyarakat. Bagaimanapun anak harus tahu yang mana salah dan benar dan menganalisanya, insya Allah akan terbangun filternya di anak. Karena kita tidak bisa mensterilkan anak hanya melihat yang baik-baik saja.

Gaya bahasa disesuaikan dengan usia ya..

Walaupun ada orang laki-laki yang berpakaian seperti perempuan karena profesi (cross dresser, tapi secara alami dia tidak gay).

8. Yunita Daniati

Jika anak laki2 dicap cengeng oleh lingkungan, dan bahwa yang boleh mennagis hanya wanita dan laki-laki tidak boleh menangis, bagaimana memberi tahu lingkungannya dan anaknya sendiri agar tidak merasa seperti wanita?

Jawab: (Mba Yesi)

Tanamkan ke anak menangis itu boleh asal tidak berlebihan. Siapapun (laki dan perempuan) boleh mengekspresikan perasaannya termasuk lewat menangis.

Karena menangis juga merupakan metode penyaluran (katarsis) emosi. Malah sebaiknya kita mengajarkan anak gradasi emosi supaya anak mampu mengenali dirinya sendiri (ini kecerdasan emosional lho).

Sedikit tambahan: di Jepang ada buku parenting berjudul "Nakeru Ko o Sodateyo". Artinya: Mari kita besarkan anak mampu menangis. 

Karena jiwa yang lembut menghasilkan hati yang lembut dan pribadi yang ramah. 

Kalau saya pribadi, saya selalu tarik anak di saat dia akan menangis di publik, biarlah dia menangis sepuasnya di saya. Karena orang lain suka tidak peduli soal tangisan anak laki-laki.

Kesimpulan 

Setiap manusia memiliki fitrah seksualitas dalam dirinya, laki-laki dan perempuan. Namun seiring berjalannya kehidupan, ada tantangan dan halangan seorang anak dalam menjaga fitrahnya seperti pergaulan yang bebas, parenting yang salah, media sosial dan sebagainya hingga berujung pada LGBT. Namun kita tidak boleh menutup mata ada LGBT yang cacat sejak lahir karena hormon dan genetik.

Alih-alih menumbuhkam fitrah seksualitas anak, orang tua malah membesarkan anaknya dengan stereotypengender. Padahal hal tersebut justru mengkerdilkan anak dan berefek buruk secara jangka panjang.

Tugas kitalah sebagai madrasah pertama bagi anak untuk menjaga fitrah anak pada usia pengasuhannya, bahkan sejak dalam kandungan. 

Agar kelak ketika kita harus melepas mereka pasa saat aqil baligh mereka sudah terbekali dengan fitrah yang ajeg sehingga akan lebih kuat menghadapi tantangan hidup.

Tanggapan dan kesimpulan dari saya

Memang isu LGBT ini mengkhawatirkan.. Semoga saya dan suami dapat membekali diri anak-anak dengan iman agama yang kuat dan Allah senantiasa melindungi Neta dan Nara, aamiin..

#Tantangan10Hari
#Level11
#KuliahBunsayIIP
#LearningByTeaching
#FitrahSeksualitas 

Ruang Berkarya Ibu 2 Tahap 2 (Day 14)

Hari ini Mami membuat akun libib untuk Ninena Library. Libib adalah salah satu media sosial perpustakaan, dimana kita bisa menaruh katalog buku-buku yang kita miliki, bisa saling follow akun perpustakaan lainnya, dan buat status juga. Tahu libib ini pertama kali dari @nadabaca, perpustakaan online pertama yang saya pinjam buku-bukunya hehe..

Berikut tautan Ninena Library: ninena.libib.com. Sudah ada 2 bagian perpustakaan, yaitu Buku Nika serta Buku Neta & Nara. Untuk buku-bukunya sendiri akan dimasukkan bertahap. Karena sekarang kami sekeluarga ada di Bandung, mau mulai membereskan dam memasukkan buku-buku yang ada di sini terlebih dahulu. Nanti setelah semua buku-buku sudah dimasukkan ke katalog libib, baru akan launching deh!


#RuangBerkaryaIbu
#Ibu Profesional
#MandiriBerkaryaPercayaDiriTercipta
#KenaliPotensimuCiptakanRuangBerkaryamu
#Proyek2RBI
#Day14

Thursday, May 24, 2018

Game Level 11: Learning by Teaching Fitrah Seksualitas (Day 7)

Hari ketujuh yang melakukan presentasi adalah Kelompok 7, terdiri dari Mba Marisa Andi Bumbung, Mba Brillian Akmalia Maharani, Mba Yunita Daniati, dan Mba Irma Rachmawati. Mba Irma sebagai host, Mba Yunita sebagai pemateri, Mba Marisa yang menjawab pertanyaan, dan Mba Brillian penulis kesimpulan

Presentasinya dilakukan kemarin hari Rabu, 23 Mei 2018, pukul 13.00. Tetapi saya baru bisa khusyuk membaca besok siangnya.

Berikut presentasi Kelompok 7 dengan tema:
Peran Vital Ayah dalam Pengasuhan Berbasis Fitrah Seksual Anak

Disini adakah yang merasa Ayah si anak-anak kurang ikut serta dalam membangkitkan fitrah seksual anak?

Yuk, kita gandeng paksu untuk sama-sama membangkitkan fitrah seksual anak.

Materi

Sesi tanya jawab

1. Nareswari Putri Sulisvianthi

Bagaimana memperbaiki fitrah seksual yang saat kecil sudah berantakan, di saat kitanya sudah besar?

Jawab: (Mba Marisa)


Berikut yang bisa dilakukan:

1. Memohon ampun kepada Allah dan meminta petunjuk diberikan jalan keluar dari setiap masalah. 
2. Melakukan healing pada diri sendiri, dengan konsultasi pada ahli agama/tenaga profesional.
3. Memaafkan orang tua  jika itu ada andil kesalahan orang tua.
4. Memperbaiki apa yang salah sejak sekarang dan memotivasi diri sendiri untuk tidak mengulang kesalahan pada anak.

2. Yesi Agustina

Apa yang membuat kelompok 7 lebih mengangkat peran ayah daripada peran ibu untuk tema materi kali ini?

Jawab: (Mba Marisa)

Kenapa memilih tema ayah, berikut alasannya:
Saat ini fenomena yang terlihat secara umum adalah: 
1. Ayah jarang membersamai anak padahal dia adalah pemimpin yang kelak diminta pertanggung jawaban oleh Allah. Dan kami ingin para Ayah sadar akan hal itu. Makanya, dengan tema ini, minimal kami bisa mencolek paksu untuk lebih aware.
2. Anak kehilangan sosok ayah. Hanya terlihat di hari libur, dan juga masih sibuk dengan gawainya. Betapa anak merindukan sapaan, teguran, bahkan ngobrol dan bercanda dengan ayahnya. 
3. Rendahnya partisipasi ayah dalam belajar parenting. Bila ada seminar atau workshop, peserta ayah bisa dihitung jari. Padahal pengasuhan anak itu tugas ayah dan ibu.

3. Dwi Yunita Indah Sari

Bagaimana memaksimalkan peran ayah dalam mendidik anak di era modern saat ini. Misalnya untuk ayah yang bekerja menjadi pelaut, yang hanya bisa pulang ke rumah beberapa bulan sekali & berkomunikasi lewat telepon pun sulit karena kerjanya di tengah laut (misalnya).

Jawab: (Mba Marisa)

Beberapa alternatif solusi: 
1. Mencarikan sosok lain sebagai sosok pengganti. misal om, kakek, atau ustadz. Sehingga anak tidak kehilangan figur ayah.
2. Memaksimalkan waktu yang ada selagi bertemu dengan anak. Dengan menyusun kegiatan yang berhubungan yang  membangkitkan fitrah seksual anak.
3. Jika ayah tidak dapat menelpon karena sibuk/kendala komunikasi, maka memintanya untuk tidak melupakan anak-anaknya dalam doa. Daan yang pasti.. doa yang datangnya dari hati.. akan sampai ke hati juga. 
4. Peran ibu di sini penting. Untuk selalu mengingatkan, bahwa sosok ayah tetap ada. Dan tidak lupa mendoakannya kembali dari ibu dan anak-anak untuk ayah.

4. Tia Martiana Navratilova

Bolehkah ayah memandikan anak perempuannya? 
Jika boleh, sampai putrinya umur berapa? 
Jika tidak boleh tolong beri alasan atau pendapat.

Jawab: (Mba Marisa)

Kalau menukil dari artikel yang mengambil pendapat syekh Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz, 
Bahwa selama anak tersebut di bawah tujuh tahun, maka tidak ada aurat yang terlarang dilihat baginya, baik itu anak laki-laki maupun anak perempuan. Tidak mengapa memandikan atau membantu mereka ketika mandi. Semuanya tidaklah mengapa. Adapun jika anak tersebut sudah di atas tujuh tahun, maka jangan lakukan. Tutuplah aurat mereka dan jangan aurat mereka disentuh kecuali bila ada hajat. Kalau ada hajat, maka tidak mengapa jika ibu atau pembantunya memandikan mereka ketika anak tersebut belum bisa mandiri untuk mandi.

Dan ini artikel yang lainnya. 


Saat Anak Punya Kebiasaan Mandi Bersama Orang Tua, Kapan Harus Dihentikan?

 5. Erna Leri

Bagaimana membuat hubungan ayah dan anak perempuan lebih dekat, sedangkan ayah tipe kaku dan enggan bermain dengan anak?

Jawab: (Mba Marisa)

Ini jadi bahan diskusi kami juga di kelompok 7

Coba ini Mbak:
1. Sebenarnya kuncinya ada pada diri ayah. Merubah dirinya untuk menjadi ayah yang menyenangkan bagi anak, menjadi teman, bahkan sahabat terbaik anak. Ingin seperti apakah ayah dikenang oleh anaknya. Maka berubahlah. 

2. Pada anak usia balita, bisa beraktifitas bareng, bercerita atau mendongeng. 10 menit juga sudah cukup.

3. Pada anak usia 7 tahun ke atas, bisa membuat 1 hari khusus anak. Misal hari Abang Ian. Ajak anak nonton, makan bareng, ke bengkel, dll. Lakukan aktivitas yang mana baik ayah dan anak bisa menikmati bersama.

4. Ayah lebih sering berinteraksi dengan anak, maka ayah akan lebih mengenal anak. Sehingga akan jadi sahabat yang menyenangkan.

Tambahan: (Mba Ayu)

5. Biasanya suami/ayah enggan ikut terlibat pengasuhan anak/rumah tangga karena mungkin kebanyakan dari kita (istri) lebih ingin berbagi "beban" daripada berbagi "kebahagiaan" dlm pengasuhan anak 😊

Coba deh, kita perlihatkan kepada suami bahwa mengasuh/mendidik anak itu adalah hal yang membahagiakan & menyenangkan. Biasanya suami tertarik ingin terlibat di dalamnya 😊

6. Yani Indriati

Bagaimana merubah paradigma Ayah yang sudah mendarah daging dan terpapar sejak kecil bahwa Ayah cari nafkah, ibu urus anak?

Jawab: (Mba Marisa)

Itu sudah seperti kaidah umum ya mbak. 

Sebaiknya dimulai dari kita sebagai istri. Istri membantu suami untuk menjadi ayah yang lebih percaya diri dalam mengemban amanahnya. Tumbuhkan morivasinya untuk terlibat dalam pengasuhan. Dengan kalimat yang santun dan tidak menyalahkan serta menuntut. 

Kirimi suami video-video tentang aktivitas anak sehari-hari, sehingga tumbuhlah kerinduannya dan keinginannya untuk ikut membersamai anak. 

Memang tugas mencari nafkah adalah tugas utama/ladang jihad ayah. Namun memelihara istri dan keluarga dari api neraka juga tugas utama seorang ayah. Itu dalilnya jelas. Tercantum dalam alqur’an. Hehehe, maaf jadi keluar dalil.

Bila semua itu belum berhasil, mari kita doakan pasangan kita dalam shalat sujud kita, agar beliau berubah. Allah adalah sebaik-baik tempat meminta.

Semangat ya untuk kita semua.

7. Yopi Tessa Agustina

Karena hubungan ayah yang LDR. 
Ketika ayah jauh, bunda sudah menerapkan aturan. Tapi ketika ayah di rumah, aturan berubah, itu yang membuat anak-anak kadang seperti berontak. 
Itu bagaimana menyikapinya?

Jawab: (Mba Marisa)

LDR itu memang sesuatu ya.  

Jangankan yang LDR, yang tidak saja sering terjadi pelanggaran aturan (ini mah saya).

Kita lanjut ya. Bila LDR, maka: 

1. Perlunya membuat visi misi keluarga, sehingga suami istri paham dan menjadikan visi misi itu sebagai guidance. Plus tujuan pengasuhan. 
2. Perlunya sosialisasi untuk setiap peraturan yang diterapkan dalam keluarga. Update kepada suami bila ada perubahan. 
3. Perlunya konsistensi dalam menerakan aturan. Karena aturan itu untuk disepakati dan dijalankan bukan untuk dilanggar. 
4. Bila terjadi pelanggaran, orang tua memberikan konsekuensi yang telah disepakati. Sehingga anak paham, bila melanggar aturan akan ditindak.

Kesimpulan

Sesibuk apapun seorang ayah dalam mencari nafkah, ia tetap wajib untuk memberikan waktu bagi anak-anaknya.
Saat seorang ayah bisa meluangkan waktu yang lebih untuk mendidik anaknya, ayah bisa melihat dan berperan aktif dalam menumbuhkan fitrah seksualitas anak secara signifikan.
Jika seorang ayah mampu mendidik anaknya dengan baik,InsyaAllah anak akan menjadi lebih hebat dari ayahnya.
Tugas seorang ayah sangat berat. Mari para bunda, bantu ayah lebih percaya diri mengemban amanahnya.Selalu berdoa memohon pertolongan Allah subhanahu wata'ala agar dimampukan mendidik anak dengan baik.

Tanggapan dan kesimpulan dari saya

Memang peran ayah sangatlah vital dalam pengasuhan anak. Alhamdulillah suami sangat ikut andil dalam pengasuhan anak-anak kami. Malah lebih penyayang dan sabar daripada saya sendiri. Jadi PR-nya banyak di saya yaa hehehe.. Semangat ah ayah bunda semua. :)

#Tantangan10Hari
#Level11
#KuliahBunsayIIP
#LearningByTeaching
#FitrahSeksualitas