Saturday, November 10, 2018

Jurnal Fasilitator Bunsay Batch 4 Kelas Tangsel Offline Level 2


Pertemuan review materi 1 (komunikasi produktif) dan materi 2 (melatih kemandirian) berlangsung pada hari Sabtu, 6 Oktober 2018 di Restoran Brooaster Chicken, Tip Top Ciputat. Dimulai pada pukul 9 dengan agenda aliran rasa dari peserta yang hadir. 

Mendengarkan pengalaman mereka dalam mengerjakan tantangan di level pertama ini sangat menarik. Ada yang berhasil, ada yang terseok-seok dalam mengerjakannya tetapi tetap berusaha menyelesaikan, dan ada juga yang belum berhasil. Tetapi overall mereka merasa banyak belajar dan berusaha mengubah gaya komunikasi menjadi lebih produktif. Mereka merasakan manfaat dan perubahan yang positif dalam keluarga. Tidak perlu lagi (jarang) mengeluarkan urat dalam menyampaikan pesan, baik kepada suami maupun anak-anak. 

Setelah sesi aliran rasa, dilanjutkan dengan pemaparan review dan materi selanjutnya sesuai yang didapatkan dari tim bunsay pusat. Supaya lebih gereget, diadakan sesi studi kasus tentang materi melatih kemandirian. Dimana setiap peer group memilih sebuah kasus untuk didiskusikan bersama teman satu grup dan kemudian menjelaskan jawabannya kepada semua yang hadir.

Studi kasus 1:
Bagaimana menanggapi komentar negatif dari orang lain yang melihat kita sedang melatih kemandirian anak. Misalnya kita menerapkan metode BLW (Baby Led Weaning), yaitu anak dilatih makan sendiri sejak usia 6 bulan. Makanannya pun bukan makanan halus, melainkan sama seperti makanan orang dewasa. Lalu ada orang yang berkomentar: "Ya ampun, kasihan anaknya. Masih kecil sudah disuruh makan sendiri. Orang tuanya malas menyuapi ya?". Bagaimana menyikapi hal ini?

Jawaban studi kasus 1:
Tidak ada anggota peer group yang pernah menerapkan metode BLW. Tetapi ada yang pernah mendapatkan komentar negatif saat menggendong bayi dalam posisi M-shape. Ketika ditanya mengapa anaknya digendong seperti itu, ia menjelaskan kepada yang berkomentar bahwa hal ini telah dikonsultasikan ke dokter anak dan diperbolehkan. Apabila pertanyaan masih berlanjut, sebaiknya jawab secukupnya saja bahwa ini adalah pilihan keluarga kami dan kami telah mengetahui manfaat serta konsekuensinya. Selebihnya senyumin aja, jangan terlalu memedulikan komentar orang lain, dan kalau bisa melipir pergi.

Studi kasus 2:
Bagaimana bila ada perbedaan pendapat dengan keluarga besar perihal kemandirian anak. Misalnya ketika di rumah, anak sedang dilatih untuk makan sendiri. Sedangkan ketika berkunjung ke rumah Nenek, anak-anak malah disuapi. Bagaimana menyikapinya?

Jawaban studi kasus 2:
Peraturan yang diterapkan di rumah, maka berlaku di rumah. Sedangkan ketika berkunjung ke rumah Nenek, maka yang berlaku adalah peraturan Nenek. Jadi tidak masalah jika anak disuapi saat berada di rumah Nenek. Bisa jadi itu adalah bentuk kasih sayang seorang Nenek kepada cucunya. Yang terpenting kita menjelaskan kepada anak bahwa saat di rumah Nenek yang berlaku adalah peraturan Nenek, jadi boleh disuapi. Tetapi nanti saat kembali ke rumah, peraturan Bunda yang berlaku, yaitu makan sendiri yaa..

Studi kasus 3: 
Bagaimana bila terjadi perbedaan prinsip dengan suami dalam melatih kemandirian? Misalnya kita tidak ingin anak disuapi, sedangkan suami menyuapi anak ketika ia sedang berada di rumah. Mengingat pengalaman waktu suami kecil pun, masih sering disuapi oleh ibunya. Dan tidak apa-apa katanya, karena ada masanya nanti anak akan malu sendiri saat masih disuapi.

Jawaban studi kasus 3:
Sebaiknya diskusikan terlebih dahulu dengan suami agar sepakat mau menyuapi atau tidak supaya anak tidak bingung. Bisa juga mengambil jalan tengah, misalnya saat anak minta disuapi, Ayah atau Bunda dapat menyendoki terlebih dahulu. Tetapi tetap anak yang menyuapkan ke dalam mulutnya sendiri. Maka masih ada proses belajar di dalamnya dan tidak sepenuhnya memaksa anak untuk makan sendiri.

Studi kasus 4:
Bagaimana agar sabar dalam menghadapi proses belajar mandiri anak?

Jawaban studi kasus 4:
Yang pertama para ibu harus kenyang terlebih dahulu (hehehe..) supaya tidak mudah tersulut emosinya. Lalu terapkan komunikasi produktif dan dampingi anak saat melatih kemandiriannya. Siapkan juga waktu yang cukup agar tidak terburu-buru. Misal belajar mengancingkan baju seragam sendiri sebelum berangkat ke sekolah. Maka sebisa mungkin bangun lebih awal sehingga ada waktu yang cukup bagi anak untuk mencoba mengerjakannya sendiri.

Studi kasus 5:
Bagaimana bila anak lama dalam melakukan proses melatih kemandirian? Misal sebelum pergi sekolah masih belum bisa pakai kaus kaki sendiri tapi anak tetap ingin melakukannya sendiri, padahal sudah hampir terlambat ke sekolah.

Jawaban kasus 5:
Tetap sabar dan menyemangati anak. Diberi penjelasan cara dan contoh pakai kaus kaki sendiri yang benar. Jika sudah terlambat tidak apa-apa, bisa dilatih lagi esok hari dengan menambah waktu persiapan sebelum ke sekolah.

Demikianlah studi kasus beserta jawabannya. Sebenarnya pertanyaan-pertanyaan ini adalah pengalaman yang terjadi pada saya sendiri hehehe.. Alhamdulillah peserta bunsaynya pintar-pintar dalam menjawab pertanyaan. Semoga saya dan teman-teman dapat benar-benar menerapkan jawaban-jawabannya yaa! :D

Berikut adalah dokumentasi wajib sebelum pulang: 

 Sampai berjumpa lagi di pertemuan dan jurnal selanjutnya!