Saturday, February 3, 2018

Dampak Depresivitas (Stres) pada Anak Usia Dini

Hari Rabu, tanggal 31 Januari 2018 (sudah lama ya), ada acara short seminar atau penyuluhan psikologis di sekolah Neta. Narasumbernya adalah konselor salah satu konsultan pendidikan dan sumber daya manusia. Tema yang diangkat adalah tentang depresi pada anak usia dini. Seram ya.. Anak usia dini ternyata sudah bisa mengalami depresi atau stres. Berikut resume singkat dari penyuluhan psikologis tersebut.

Penyuluhan diawali dengan pertanyaan, tingkat stres mana yang lebih tinggi: perempuan atau laki-laki, anak atau dewasa? Secara mengejutkan jawabannya adalah perempuan dan anak. Kedua hal ini erat hubungannya. Dimana perempuan atau kaum ibu lebih sering bersentuhan dengan anak. Ibu yang stres biasanya melampiaskannya kepada anak. Meskipun kasus laki-laki atau kaum ayah yang melakukannya pun bukan jarang terjadi. Sedangkan anak-anak yang menjadi korban tidak mengetahui cara menyalurkan atau menyelesaikan depresinya. 

Berikut penyebab-penyebab depresi pada anak:
1. Pola asuh orang tua diktator: harus mengikuti kemauan orang tua, anak tidak diberikan kesempatan berpendapat.
2. Adanya kekerasan berupa kekerasan verbal, psikis, dan fisik. Contoh kekerasan verbal yaitu labelling, seperti "kamu nakal ya" atau "kamu jorok sekali". Contoh kekerasan psikis yaitu membanding-bandingkan, mengancam, atau menakuti-nakuti. Contoh kekerasan fisik yaitu mencubit, menjewer, atau memukul.
3. Tuntutan berlebihan, misalnya di sekolah nilainya harus bagus, juara kelas, pulang sekolah banyak les, dan pencapaian-pencapaian lainnya.
4. Overprotektif, misalnya melarang untuk melakukan berbagai hal seperti "jangan Dek, nanti jatuh". Tanpa memberikan pengertian untuk berhati-hati, ataupun bentuk larangan-larangan lainnya.
5. Banyak peraturan yang terlalu ketat.
6. Tidak tegas, sehingga membuat anak menjadi bingung. Misalnya oleh ibunya boleh tetapi oleh ayahnya tidak boleh.
7. Pemakaian gadget berlebih, menyebabkan sikap anak agresif, tidak sabaran, dan emosi tidak terkontrol. Anak boleh diberikan gadget sendiri saat usia 15 tahun ke atas.
8. Lingkungan, contohnya pengaruh teman bermain seperti penggunaan kata-kata yang tidak baik. Sebaiknya saat keluar rumah tetap didampingi, utamanya untuk anak usia di bawah 7 tahun.

Ciri-ciri anak yang depresi:
1. Sulit tidur, tidur di atas jam 9 (kecuali tidur siang lebih dari 2 jam)
2. Sulit makan
3. Sakit-sakitan, daya tahan tubuh rendah
4. Daya konsentrasi rendah
5. Daya serap rendah
6. Temperamental
7. Sering tantrum
8. Adanya penyimpangan perilaku, misalnya berlaku kasar kepada orang lain

Apabila ada 1-3 gejala terdeteksi pada anak, berarti anak mengalami tingkat depresi rendah (atau sekitar 15%), 1-5 gejala berarti tingkat depresi sedang (sekitar 45%), dan 1-8 gejala berarti tingkat depresi tinggi (sekitar 85%). Tingkat depresi tinggi biasanya anak sudah mengalami penyakit kejiwaan seperti schizophrenia, berkepribadian ganda, dll.

Anak dapat mengalami depresi sejak dalam kandungan, kemudian berlanjut hingga saat lepas ASI dan seterusnya. Sudah berapa kali membentak anak? Dimana membentak anak sama dengan memutuskan sambungan sel-sel syaraf anak. Anak pun akan terus mengalami depresi jika pola asuh orang tua tidak berubah.

Konsultan pendidikan ini di akhir acara menawarkan assessment untuk mengetahui tingkat depresi anak, pola asuh orang tua, bakat dan potensi anak, serta kesiapan anak masuk SD. Assessment dilakukan dengan melihat body languange, bola mata, garis tangan, dan tanya jawab, baik anak maupun orang tuanya. Biayanya Rp 175.000 jika assessment dilakukan di sekolah, sedangkan bila dilakukan di rumah biayanya Rp 950.000.

Neta sendiri belum ikut assessment-nya, rencana saat akan masuk SD saja. Sekarang yang dilakukan adalah refleksi terhadap pola asuh yang selama ini telah diterapkan. Lebih banyak peluk, cium, dan sabar. Berkomunikasi dengan suami tentang pengasuhan. Less angry, more love. Semoga bisa istiqomah, aamiin. Karena anak adalah buah cinta yang kita undang sendiri untuk hadir ke dalam kehidupan kita, tentu tidak ingin bila mereka mengalami depresi karena kesalahan kita sendiri bukan? Yuk berubah.. :)

No comments:

Post a Comment