Saturday, December 30, 2017

Bunsay Leader #3: Jurnal Belajar Level 2

Aha! Point dan Hikmah Materi Melatih Kemandirian Anak

Ketika pertama kali mendapatkan materi "Melatih Kemandirian Anak", merasa 'wow' sekali karena hal ini memang sedang menjadi struggle dalam keluarga kecil saya. Adanya perbedaan pandangan antara saya dan suami mengenai kemandirian ini sempat menjadikan saya bingung, apakah yang saya lakukan untuk anak-anak benar atau tidak. Mengapa? Karena saya memiliki pandangan untuk sebisa mungkin memandirikan anak sedangkan suami memiliki pandangan untuk lebih menunjukkan 'kasih sayang' terhadap anak.

Contoh sederhananya adalah tentang menyuapi anak. Saya sedang berusaha agar anak pertama saya (Neta, ketika itu berusia 4 th) dapat makan sendiri dengan lancar. Waktu awal-awal berlatih, saya menyendokkan makanan kemudian Neta akan memasukkan sendiri makanan ke dalam mulutnya. Tetapi ketika papinya ada di rumah, Neta akan kembali disuapi. Alasannya karena Neta makannya lama. Duh, sempat kesal juga (hehe..). Tapi saya mencoba mengerti apa yang dilakukan suami adalah berdasarkan FoR (Frame of Reference) dan FoE (Frame of Experience) yang berbeda dengan saya. Lalu saya berusaha untuk menjelaskan kepada suami bahwa:
"Melatih kemandirian bukan berarti orang tua 'tega' atau tidak menyayangi anaknya, melainkan adalah salah satu bentuk kasih sayang orang tua untuk mempersiapkan anaknya menghadapi masa depan"
Alhamdulillah suami sedikit demi sedikit mengerti dan menjalankan apa yang saya minta, agar selaras dan konsisten dengan apa yang saya lakukan sehari-hari di rumah :)

Kemandirian Usia 15th ke Atas

Ketika membaca cemilan ini lebih ter-'wow' lagi.. Jadi ingat ketika awal-awal menikah dulu. Padahal saat itu usia saya sudah hampir 25 tahun, tetapi persiapan dalam membina rumah tangga sangat minim. Contohnya kala itu saya belum bisa memasak. Alhamdulillah dapat belajar sedikit demi sedikit, learning by doing, dan suami tetap mendukung dengan memakan setiap hasil masakan saya hehe.. Sampai akhirnya kegiatan memasak menjadi salah satu hal yang saya sukai.

Belum lagi ketika baru melahirkan anak pertama.. Kala itu saya tidak mengerti cara menyusui, merawat bayi dan diri setelah melahirkan, bahkan menggendong bayi pun masih kaku. Lalu akhirnya learning by doing juga.. Beryukur saat ini banyak ilmu parenting yang mudah diakses. Menjadikan saya dapat belajar dan ketika anak kedua lahir pun sudah lebih mengetahui ilmunya.

Pengalaman saya ini menjadi pelajaran untuk memberikan bekal kepada kedua putri saya kelak agar lebih mempersiapkan diri dalam membina pernikahan, sebagai seorang istri dan ibu. Jauh sebelum usia pernikahan, seperti yang tertera di sini, yaitu usia 15 tahun.

Konsistensi

Yup! Satu kata berjuta aksi. Saya akui saya masih suka membereskan mainan anak saya. Atau ketika Neta minta bergabung melakukan suatu pekerjaan yang sedang saya kerjakan, saya maunya saya saja yang mengerjakan. Supaya lebih cepat begitu.. Padahal hal tersebut mematikan fitrah anak untuk belajar mandiri ya..

Menjadi azzam dalam diri untuk lebih konsisten. Mematuhi peraturan yang sudah dibuat bersama. Setelah bermain satu mainan, yuk bereskan terlebih dahulu baru main mainan yang lain. Ikut bermain dan membereskan mainannya, bukan sebagai pemain utama melainkan sebagai teladan bagi anak. Memotivasi anak agar melakukan hal yang dapat ia lakukan. Berikan kesempatan, mami. Jangan maunya cepat-cepat selesai saja! (Siaaaaap..)
"Saya percaya, anak-anak yang dipercaya dapat melakukan sesuatu, mereka akan benar mampu melakukannya jika diberikan kesempatan"

2 comments:

  1. *Frame of Refference & Frame of Experience

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasi mba Chika koreksinya. Meluncur ke edit post :)

      Delete