Hari ke-lima yang melakukan presentasi adalah Kelompok 5, terdiri dari Mba Firsty Nurtiasih, Mba Dina Adillah Hanifah, Mba Dwi Rahma Ramadani Aulia, dan Mba Tresna Cahya. Mba Firsty sebagai host, Mba Tresna sebagai pemateri, dana Mba Yopi yang menuliskan kesimpulan. Semuanya ikut andil dalam menjawab pertanyaan.
Presentasinya dilakukan kemarin hari Senin, 21 Mei 2018, pukul 13.00. Tetapi saya baru bisa khusyuk membaca besok sorenya.
Berikut presentasi Kelompok 5 dengan tema:
Pengaruh Media Digital terhadap Fitrah Seksualitas Anak
Perkembangan teknologi digital kian hari makin cepat, di satu sisi teknologi digital ini banyak membuka peluang baru dan memudahkan aktivitas kita sehari-hari.
Di sisi lain, ada juga dampak negatif yang dibawa oleh pesatnya perkembangan teknologi digital, termasuk terhadap perkembangan fitrah seksualitas anak-anak kita.
Sesi tanya jawab
1. Fara Noor Aziza
Kalau begitu, usia berapa anak-anak diperbolehkan mempunyai perangkat genggam sendiri?
Berkaitan dengan antar jemput sekolah, mencari tugas sekolah via Google dkk.
Jawab: (Mba Dwi)
Untuk kepemilikan gadget sendiri menurut kelompok kami, yang mengacu pada buku Abah Ihsan, anak-anak baru boleh memiliki gadget berupa smartphone sendiri di umur 17 tahun. Sedangkan untuk keperluan tugas sekolah dll bisa pinjam gadget orang tuanya dulu. Selain itu, penggunaan search engine kiddle.co juga disarankan.
(Mba Tresna)
Sedikit menambahkan. Setiap keluarga mungkin punya kebutuhan berbeda. Yang penting ketika sudah punya gadget sendiri harus ada kesepakatan antara orang tua dengan anak.
Misalnya: pemakaian gadget hanya boleh di ruang bersama, tidak boleh sembunyi-sembunyi, untuk akun medsos yang dimiliki anak, apakah orang tua boleh mengintip atau bolehkah meminta friend request, berapa jam yang boleh dipakai main gadget, dsb.
2. Faradilla Ardasy
Di satu sisi kita ingin membatasi masalah gadget ini, tapi tidak semua orang tua seperti kita.
Kemarin ada ibu yang curhat anaknya dianggap kuper dan tidak asyik karena tidak main game.
Oleh karena itu si anak tersebit melipir ke perpustakaan setiap jam istirahat, makinlah si anak dicap tidak asyik sama teman-temannya..
Kalau seperti ini, simalakama tidak ya?
Jawab: (Mba Tresna)
Maksudnya simalakama karena si anak tidak bisa bergaul dengan temannya? Justru dalam kasus ini, values keluarga sudah tertanam di diri anak, sehingga dia tidak ikut dengan lingkungan.. Tentu banyak kesempatan bergaul yang lain yang sesuai dengan values yang ia pegang.
Games juga tidak selamanya harus dihindari, ada games edukatif yang bisa anak pilih. Banyak media digital yang positif juga untuk anak, tinggal bagaimana orang tua memandu anak agar bisa memilih.
(Mba Dwi)
Apakah anaknya yang memilih sendiri seperti itu Mbak? Kalau anaknya yang memang sudah paham dan memilih sendiri bagaimana dia menyikapi tentang masalah gadget ini tentu kita tidak perlu khawatir. Pendapat orang boleh didengarkan sebagai masukan. Tapi kita yang menentukan pilihan terbaik yang mana untuk anak.
3. Ika Peronika
Jika anak usia 1-5 tahun tidak dibatasi, dampaknya seperti apa mba?
Lalu bagaimana step pertama jika anak usia tersebut sudah ketagihan?
Jawab: (Mba Dina)
Untuk anak sekitar usia 1-5 tahun akan kekurangan aktivitas fisik dalam segala hal. Anak-anak akan lebih memilih menghabiskan waktu dengan gadget dibanding bermain di luar atau beraktivitas bersama teman-temannya.
Ini juga berpengaruh pada fine motoric skill-nya karena kurang terstimulasi, anak bisa speech delay juga. Ketika sudah kecanduan waktu makan juga bisa sambil pegang HP, makan tidak terkontrol bisa ke obesitas. Anak yang banyak bermain games melebihi waktu yang ditetapkan bisa juga mempengaruhi kualitas tidur dan yang lebih jauh lagi masalah kesehatan mental anak.
Step-stepnya, kurangi dulu waktunya jangan sekaligus dipisahkan. Dan bisa dicarikan aktivitas alternatif menarik lain untuk anak.
4. Yani Indriati
Jadi, kalau sudah terlanjur paparan gadget, bahkan pakai password yang orang tua tidak tahu dan tidak tahu juga apa saja yang sudah dilihat karena sudah punya akun medsos sendiri dan gadget sendiri di usia 15 thn, bagaimana ya caranya supaya anak bisa terbuka sama orang tua dan memberikan paparan pencegahan untuk tidak melihat konten yang tidak baik?
Jawab: (Mba Firsty)
Di situlah peran aktif orang tua dibutuhkan. Bonding yang kuat sedari lahir berpengaruh terhadap kepercayaan dan keterbukaan anak terhadap orang tua mereka. Sehingga mereka nyaman untuk membagi apapun kepada orangtua ketimbang pada teman sebaya mereka.
Karena apabila usia sekolah, anak cenderung terpengaruh lingkungan sekitar yang bisa berdampak positif juga negatif.
Orang tua pun tidak boleh apatis dengan perkembangan digital sekarang ini dan terus menggali ilmu. Jangan anggap "dulu juga tidak perlu/tidak ada" karena anak adalah milik zamannya bukan milik zaman orangtua..
Tanggapan: (Mba Yani)
Boleh ya bertanya lagi, ini sebenernya kejadian nyata, dan orang tua bingung harus melakukan apa karena sudah terlanjur. Di kesempatan ini saya ikut bertanya, siapa tahu ada saran untuk solusinya dari kelompok 5.
Jawab: (Mba Tresna)
Jika sudah terlanjur, sebaiknya orang tua membekali anak mengenai pengetahuan di dunia maya. Istilahnya literasi digital, sepeti dijawab di point tadi, anak diperkenalkan cara melindungi diri, mengetahui bahaya dan kejahatan online.
Sebentar saya carikan referensi mengenai apa saja yang perlu anak tahu ketika di dunia maya.. Karena kalau anak terlanjur sudah punya akun media sosial dan akan kita ambil tentu sulit ya, dia akan menolak.
Mba Yani, mungkin ini bisa jadi referensi apa saja yang perlu dibekali pada anak yang sudah berselancar online: https://digitalmama.id/literasi-digital-abad-21/.
(Mba Dwi)
Perkuat bonding dengan anak, buat semacam perjanjian yang harus disepakati semua keluarga untuk tidak menggunakan gadget pada kurun waktu tertentu. Waktu tersebut yag digunakan untuk memperkuat bonding seperti bercerita, bermain, melakukan aktivitas bersama, sekaligus memasukkan ajaran-ajaran yang kita ingin anak menjalankannya. Termasuk pengetahuan tentang literasi digital.
Tanggapan dari yang lain: (Mba Nares)
Untuk poin yang sudah terlanjur terpapar media sosial, tergantung derajat addictionnya, kalau sudah parah bisa konsultasi ke psikolog. Karena kadang tidak semudah itu bonding dilakukan oleh orang tua. Beberapa orang butuh intervensi orang ketiga yang netral.
Tanggapan: (Mba Yani)
Betul Mba, kemarin si orang tua pun ada opsi juga ke sana, pilihan terakhir kalau upaya mandiri tidak bisa merubah keadaan.
5. Dwi Yunita Indah Sari
Selain pengaruh negatif menurut teman-teman, adakah pengaruh positif media digital terhadap fitrah seksual anak? Misalnya seperti apa?
Jawab: (Mba Dwi)
Menurut kami, pengaruh positif gadget ke fitrah seksualitas anak terbatas pada luasnya akses pengetahuan terkait yang bisa memperkuat fitrah seksualnya. Misal ketika anak perempuan ingin kita kuatkan feminimitasnya dengan belajar masak, tutorial-tutorial masak di media digital bisa dipakai sebagai sarana penambah pengetahuannya. Begitupun untuk anak laki-laki, ketika sang ayah mengajarkan sisi-sisi kelelakian dengan mengajarkan pertukangan, media digital pun bisa jadi referensinya.
6. Nilla Dwi Respati Yamni
Kalau menurut kelompok 5 apakah anak usia 10th diperbolehkan memiliki akun media sosial sendiri? Jika sudah punya apa dampak negatif dan positifnya untuk anak tersebut?
Jawab: (Mba Tresna)
Media sosial sebetulnya sudah memiliki batas minimum untuk kepemilikan akun.. Misal FB di usia 13 tahun ya. Tentu ini ada background-nya, terkait dengan kedewasaan anak, dll. Ketika memberikan anak akun media sosial, pastikan anak bisa melindungi diri di dunia maya. Panduannya antara lain: tahu informasi apa yang boleh dan tidak boleh dibagikan di media sosial (misal alamat, tanggal lahir tidak boleh di-share), tahu bahaya media sosial misal online bullying, phising, dan apa yang harus dilakukan ketika ia mengalami.
Catatan penting lainnya, ada baiknya orang tua punya mekanisme untuk memantau aktivitas anak di media sosial, dan anak menyetujui hal ini. Apakah orang tua diberi tahu password anak, atau orang tua dan anak saling follow. Tapi juga harus punya batasan, jangan sampai membuka akun anak tanpa ia tahu, atau memberi komentar di status anak yang bisa membuatnya malu.
Kesimpulan
Dikarenakan tuntutan dan kebutuhan, penggunaan media digital oleh anak saat ini tidak dapat dihindari. Namun sebagai orang tua ada beberapa langkah yang bisa diambil sebagai antisipasi terhadap pengaruh negatif yang muncul khususnya untuk perkembangan fitrah seksualitas mereka.
Tanamkan keimaman dengan kuat dan kesadaran akan pengaruh buruk media digital sebagai pertahanan utama dari dalam diri si anak. Berikan aturan yang harus dipatuhi dan dievaluasi oleh seluruh anggota keluarga. Dampingi dan awasi penggunaan media digital sesuai usia anak.
Karena sebagai manusia kita penuh keterbatasan, sebaik dan secanggih apapun usaha yang kita lakukan senantiasa akan ada yang luput dari pengawasan kita. Selalu berdo'a dan minta tolonglah pada yang memiliki sebaik-baiknya pengawasan dan perlindungan Allah Subhannahu Wa Ta'alla untuk kebaikan anak-anak kita.
Tanggapan dan kesimpulan dari saya
Memang benar sekali, terdapat bahaya media digital yang menghantui anak-anak kita. Bahkan tidak sedikit orang tua yang belum tahu akan batasan-batasan usia diperbolehkannya anak memiliki gadget dan/atau media sosial sendiri. Tidak adanya juga kesepakatan bersama tentang berapa lama ber-gadget dalam sehari.
Jujur, saya sendiri pun awalnya kesulitan untuk tidak banyak-banyak lihat HP, sampai akhirnya menyadari untuk menggunakannya dengan bijak, utamanya untuk peningkatan kualitas diri. Meminta suami untuk memiliki gadget time atau no gadget time juga jadi tantangan tersendiri karena beliau menganggapnya hal tersebut adalah hiburan setelah bekerja. Saya pun menerima, selama anak-anak tidak terbengkalai, dan saya tetap berusaha untuk berkomunikasi dengan baik perihal gadget time suami dan anak-anak ini. Ya, anak-anak diberikan waktu ketika Papinya ada di rumah untuk menonton video Yotube untuk anak-anak, tentunya didampingi salah seorang dari kami. Karena benar, tidak semua media digital ini berdampak negatif, misalnya anak-anak jadi belajar Bahasa Inggris atau banyak belajar hal lain juga melalui video. Dan apabila dilakukannya bersama-sama, tetap dapat memperkuat bonding, misal bernyanyi dan menari bersama.
Kesimpulannya, buatlah kesepakatan dengan keluarga, tentunya atas persetujuan semua anggota keluarga agar dapat dijalankan tanpa paksaan. Jangan lupakan batasan-batasan yang ada, misal batasan usia, batasan waktu, dsb. Media digital tidak selamanya berdampak negatif, ada juga dampak positifnya, Kita sendirilah yang harus menggunakannya dengan bijak, serta ajarkan anak "kebijakan" ini pula. Orang tua bijak menggunakan media sosial, maka anak-anak pun insya Allah akan mencontoh kita dan menjadikan kita teladan dalam berperilaku. Serta jangan lupa berdoa kepada Allah untuk senantiasa menjaga diri kita dan anak-anak.
#Tantangan10Hari
#Level11
#KuliahBunsayIIP
#LearningByTeaching
#FitrahSeksualitas
No comments:
Post a Comment