Hari kedua ini yang melakukan presentasi adalah Kelompok 2, terdiri dari Mba Meutia Madrid Hasballah, Mba Tutik Sulistyawati, Mba Tia Martiana Navratilova, Mba Sufina Asruni, dan Mba Yani Indriati. Mba Yani sebagai host dan moderator, Mba Tia sebagai pemateri dan yang menjawab pertanyaan, serta Mba Meutia yang menuliskan penutup.
Presentasinya dilakukan kemarin hari Jumat, 18 Mei 2018, pukul 13.00. Alhamdulillah sudah bisa online sekitar pukul 14.00, meskipun baru bisa khusyuk membaca dan menanggapi esok harinya alias barusan hehe..
Berikut presentasi Kelompok 2 dengan tema:
Menumbuhkan Fitrah Seksualitas Sesuai Usia Anak
Sesi tanya jawab
1. Firsty Nurtiasih
Apakah peran ibu dan ayah bisa diganti oleh kakek atau nenek? Kasus untuk anak yang "terpaksa" dititipkan full sama kakek nenek nya. Untuk usia 0-10 tahun.
Bisa
Jika karena keadaan, orang tua tidak hadir (misal tiada), maka memang harus memberikan sosok pengganti sebagai sumber maskulin dan feminin. Seperti misalnya pada Rasulullah yang telah kehilangan ayah ibu pada usia masih kecil. Tetapi ada kakek, paman, dan bibi.
2. Ika Peronika
Apakah jika anak usia 3 tahun sudah mengenal gender dan kurang berminat bermain dengan gender yang berbeda jenis itu kelak akan mempengaruhi kehidupan sosialnya?
Bisa ditanyakan sebabnya apa?
Misal klo anak perempuan bermain dengan anak laki-laki terus mainannya direbut, dsb. Yang ini juga pernah baca di buku bu Elly Risman. Selama masih dalam batas wajar maka tidak apa-apa, wajar jika anak menyenangi bermain dengan teman sesama gender karena sesuai dengan fitrahnya. Perlu diberikan pemahaman sesuai dengan aturan agama. Misalnya 'tidak apa-apa sekarang adik masih kecil jadi bermain dengan laki-laki/perempuan boleh', tetapi dijelaskan batasannya.
Contoh batasannya seperti apakah Mba?
Contohnya tidak bermain peran yang berlebihan (misal peluk/cium), tetap menjaga aurat, dsb, dibiasakan sedari kecil.
3. Faradilla Ardasy
Ilmu apa yang kiranya baik untuk di-share ke anak 7-10 perkara fitrah seksualitas ini?
Karena pengenalan gender sudah pada tahap sebelumnya, tahap 7-10 ini adalah tahap penguatan. Sekaligus tahap pra-baligh. Pengetahuan yang sebaiknya diberikan ke anak pada tahap ini diantaranya pengetahuan tentang organ reproduksi dan fungsinya, dan bagaimana menjaganya, pengetahuan tentang apa itu menstruasi (anak perempuan) dan mimpi basah (anak laki-laki) sebagai tanda dimulainya fase baligh serta pengenalan terhadap syariat Islam (bagi yang muslim) misalnya tentang kewajiban sholat.
4. Marisa Andi Bumbung
Bila anak perempuan cenderung tumbuh menjadi sosok yang tomboy, apakah ada step yang terlewat saat menumbuhkan fitrah seksualitas ini. Dan bagaimana cara memperbaikinya. Terlebih anaknya sudah memasuki usia 11 tahun.
Orang tua harus meninjau kembali sosok Ayah dan Ibu bagian mana yang kurang, dicoba dipenuhi dari tahap awal, kedekatan batin, bicara dari hati ke hati sama anak, apa yang membuatnya berperilaku tomboy, anak 11 thn sudah bisa diajak diskusi. Mungkin dicoba memperbaiki hubungan dengan ibunya, memperbanyak quality time ibu dan anak. Dari buku Bu Elly juga ada kasus yang sama, perlu ditanya dulu ke anak, apa penyebabnya. Misal dalam kasus itu, karena menurut anak lebih nyaman permainan anak lelaki, terus kalau anak perempuan suka cengeng, tidak suka baju-bajunya yang ribet. Menurut jawaban Bu Elly, perlu diarahkan sesuai penyebabnya. Misal karena rambut panjang ribet, bisa dari orang tua berkata "Dek, kalau rambutnya panjang kayanya lebih cantik deh, coba ya nanti jangan dipotong" atau kalau kurang nyaman dengan pakaian bisa ditanya "Pakaian apa yg diinginkan, yuk kita cari".
Penutup
Fitrah seksualitas anak sangat penting untuk ditumbuhkan, agar anak dapat mengenali gendernya sejak kecil.
Ini menjadi tugas orang tua untuk membersamai anak dalam proses menumbuhkan fitrah seksualitas tersebut. Selain membersamai, orang tuapun perlu berperan dalam membatasi atau menyaring informasi yang didapat oleh anak, terlebih di era digital seperti sekarang ini.
Idealnya, informasi yang didapat oleh anak, dikomunikasikan kembali kepada orang tua. Disinilah pentingnya faktor keterbukaan antara orang tua dan anak, sehingga anak tidak takut ataupun canggung untuk bercerita dan bertanya mengenai apa saja kepada orang tua.
Mengenalkan fitrah seksualitas juga sebaiknya disesuaikan dengan perkembangan usia anak, agar anak mudah memahami. Pengenalannyapun bisa dilakukan dalam kegiatan sehari-hari, dalam kegiatan yang dilakukan berulang. Semakin diulang, anak akan semakin mudah untuk mengingat dan memahaminya.
Semoga dengan menumbuhkan fitrah seksualitas, anak-anak kita dapat tumbuh menjadi anak-anak yang bertingkah laku, berbicara, bertindak dan merasa sesuai dengan gendernya.
Tanggapan dari saya
Baru mengetahui tomboy juga termasuk fitrah seksualitas yang tidak tumbuh dengan baik. Jadi ingat diri sendiri dulu. Tidak suka pakai rok, lebih suka bermain dengan laki-laki, dan menganggap hal-hal yang berbau perempuan itu ribet (rambut, make up, pakaian). Persis seperti yang disampaikan Mba Tia di atas.
Yang masih terbawa sampai sekarang, saya merasa lebih jadi pihak yang "tega" daripada suami yang lebih penyayang & sabar kepada anak-anak. Faktor pengasuhan dulu di keluarga memang sangat berpengaruh terhadap anak-anak, menjadi ayah/ibu seperti apa nantinya.
Di satu sisi alhamdulillah pasangan bisa melengkapi kekurangan diri. Tapi si sisi yang lain, materi fitrah seksualitas ini menyadarkan bahwa PR saya sebagai ibu masih banyak sekali.
Kesimpulan
Harus terus belajar mendidik diri supaya sesuai fitrah peran ibu, agar putri-putri saya dapat berkembang sesuai fitrah seksualitasnya dan menjadi calon ibu yang baik dan penyayang. Fyuuuh.. seperti dobel ya tugasnya, tapi insya Allah sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Semangat Mami dan jangan lupa berdoa kepada Sang Pemberi Fitrah. :)
#Tantangan10Hari
#Level11
#KuliahBunsayIIP
#LearningByTeaching
#FitrahSeksualitas
No comments:
Post a Comment