HIJRAH DARI RIBA DAN QONA'AH DENGAN NAFKAH HANYA DARI SUAMI
Oleh: Nika Yunitri
"Kedua telapak kaki seorang hamba tidak akan beranjak dari tempat kebangkitannya di hari kiamat sebelum ia ditanya tentang empat hal, di antaranya tentang hartanya; dari mana dia memperoleh dan bagaimana ia membelanjakan." (H. R. Tirmidzi) [1]
Tahun 2015
Kabar Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di tempat saya bekerja sudah santer terdengar. Saya pun cukup khawatir dengan posisi saya di kantor. Meskipun sudah berstatus karyawan permanen, tetapi saya termasuk orang baru. Kinerja saya di kantor pun tidak terlalu bagus, mengingat jarang mau disuruh lembur. Ya, saya adalah seorang ibu yang bekerja di ranah publik dan memiliki seorang anak yang dititipkan di daycare. Lembur bukanlah pilihan, karena anak di daycare harus dijemput pada waktu yang telah ditetapkan.
Firasat saya mengatakan, sepertinya saya adalah salah satu yang akan terkena PHK. Memang belum ada pengumumannya, tetapi saya terus saja memikirkannya. Karena saya khawatir dengan hutang-hutang dan kewajiban-kewajiban finansial saya. Ada cicilan mobil, rumah, KTA (Kredit Tanpa Agunan), asuransi, dan kartu kredit.
Bagaimana cara saya membayar semuanya jika nanti di-PHK? Mendapatkan pekerjaan yang baru pun tidaklah mudah, karena kondisi bidang pekerjaan saya (oil & gas engineering) sedang dalam kondisi terpuruk. Harga minyak dunia sedang anjlok dan banyak proyek yang dihentikan atau diminimalisasi anggarannya. Sehingga penyerapan tenaga kerja pun dapat dikatakan rendah.
Mulailah dengan sedikit demi sedikit menabung. Utamanya untuk melunasi KTA sebelum waktunya karena setelah dihitung-hitung, bunga KTA itu bisa lebih dari 100%. Sambil menabung, ditutuplah satu persatu asuransi plus kartu kreditnya. Alhamdulillah tidak ada hambatan yang berarti, asal mau mengurus dan mengikuti prosedurnya. Sudah tidak memikirkan juga premi asuransi yang tidak semuanya kembali. Hanya berniat supaya nantinya tidak ada kewajiban membayar lagi.
Perihal bagaimana pendidikan anak di masa depan, bagaimana kondisi saya di masa pensiun nanti, dan bagaimana keadaan anak selepas saya meninggal, saya serahkan sepenuhnya kepada Allah. Seperti yang tertulis di Al-Qur'an surat Hud ayat 6 [3]. Berikut adalah artinya:
Datanglah kabar saya termasuk yang terkena PHK. Rasanya takut dan gelisah, bagaimana ini masih banyak hutang? Mulai menyadari juga bahwa hutang-hutang ini termasuk ke dalam riba, sesuatu yang dilarang oleh Allah.
Menurut Teh Patra di bukunya Keluarga Muslim Cerdas Finansial, contoh riba dalam perbankan antara lain bunga tabungan, kartu kredit, KTA, aneka jenis kredit/angsuran, dan lain-lain. Sedangkan contoh riba nonperbankan antara lain asuransi, kredit pembelian barang, rentenir, koperasi, jual beli uang, dan lain-lain [1].
Ya Allah.. Sudah berapa macam riba yang telah saya ambil? Tak heranlah mengapa saya menjadi tidak tenang dalam menjalani hidup. Seperti yang tertulis di Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 275 [1]. Berikut adalah artinya:
Untuk tempat tinggal, alhamdulillah masih ada tempat untuk saya dan keluarga bernaung, yaitu di rumah orang tua. Saya dan kakak saya berbagi tempat tinggal di rumah berlantai dua peninggalan almarhum Bapak. Kakak saya dan keluarganya tinggal di lantai bawah sedangkan saya dan keluarga tinggal di lantai atas. Kami memiliki dapur masing-masing sehingga keuangan keluarga tidak bercampur. Tetapi kami bersama-sama membayar uang listrik, telepon, kebersihan, dan keamanan.
Untuk mobil yang sudah lunas, saya memutuskan untuk tidak menjualnya. Karena alhamdulillah mobil tersebut bermanfaat, terutama saat kondisi darurat. Misalnya saat Mamah saya yang tinggal di Bandung sedang sakit, saya dapat langsung mengunjunginya bersama anak-anak dan suami. Saya sendiri tidak bisa (berani) menyetir. Jadi mobil tersebut hanya digunakan saat suami bisa mengantar.
Pengalaman ini membuat saya menyadari bahwa membeli barang seharusnya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan. Saya pun berjanji untuk tidak pernah bersentuhan lagi dengan riba. Seperti yang tertulis di Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 278-279 [1]. Berikut adalah artinya:
Setelah menyelesaikan kewajiban finansial berupa hutang-hutang, alhamdulillah masih ada sisa tabungan di rekening saya. Uang tersebut saya gunakan sesuka hati, utamanya untuk belanja buku, makan-makan, atau jalan-jalan. Ya, itulah hobi-hobi yang saya lakukan apabila sedang butuh mood booster. Saya berusaha untuk tidak meminta kepada suami untuk hal-hal tersebut karena tidak mau membebaninya.
Pada awalnya tentu cukup-cukup saja. Tapi yang namanya hanya ada pengeluaran tanpa pemasukan, semakin lama ya semakin menipis. Di saat keuangan kering kerontang itulah, Allah pun menguji saya dengan sebuah penyakit yang harus segera dilakukan operasi dan biayanya tidak ditanggung oleh BPJS.
Untuk biaya operasi alhamdulillah masih ada, diambil dari uang tabungan keluarga dan sisa tabungan saya. Tetapi untuk biaya kontrol setelahnya, tidak ada lagi. Untuk meminjam uang kepada orang tua ataupun saudara rasanya maluuu sekali. Akhirnya diputuskan untuk mengambil tabungan haji. Ya Allah sedihnya.. Cita-cita untuk pergi naik haji bersama suami harus ditunda terlebih dahulu. Tapi mau bagaimana lagi, pengobatan harus terus berjalan.
Dari peristiwa sakit inilah saya belajar lagi. Untuk tidak seenaknya menggunakan uang hanya untuk kesenangan tanpa memikirkan masa depan. Belajar hidup sesuai nafkah hanya dari suami, mengelolanya dengan baik, dan tak lupa bersyukur. Qona'ah istilahnya.
Qona'ah artinya merasa cukup terhadap pemberian rezeki dari Allah. Beruntunglah orang-orang yang selalu merasa cukup dengan apa yang telah diberikan kepadanya [3]. Seperti yang tertulis dalam hadis berikut:
Qona'ah saya lakukan dengan mengelola nafkah dari suami secara proporsional, memakai metode amplop. Ya, saya mempraktikkan budgeting dengan menggunakan metode zaman dulu ini. Setiap amplop diisi uang untuk pos pengeluaran tertentu. Harus disiplin mengambil uang sesuai keperluannya dan tidak boleh menggunakan uang di pos pengeluaran lain.
Berikut persentase pengelolaan nafkah suami per bulan:
Zakat dan sedekah 13%
Pajak mobil 3%
Tabungan 16%
Uang makan 31%
Belanja bulanan 10%
Listrik, telepon, sampah, keamanan 2%
SPP sekolah 4%
Beras dan gas 4%
Laundry 3%
Pulsa 2%
Sisa 12%
Pos sisa biasanya digunakan untuk membeli buku anak atau jalan-jalan bermanfaat, misalnya ikut playdate. Alhamdulillah tetap bisa melakukan hobi dengan menggunakan nafkah dari suami, sekaligus sebagai investasi masa depan (pendidikan anak).
Demikianlah sekelumit perjalanan saya menuju cerdas finansial. Penuh liku dan hikmah. Tapi saya bersyukur pernah mengalaminya. Menjadikan saya lebih dewasa sebagai ibu, istri, dan perempuan. Menambah makna dan nilai kehidupan. Masih panjang perjalanan cerdas finansial ke depan, apalagi dalam mendidik anak dan mencontohkan kepada mereka tentang kecerdasan finansial ini.
Orang tua memiliki andil besar dalam menanamkan kebiasaan berhemat, menabung, menahan keinginan, dan kemampuan yang berbeda dalam membeli barang pada setiap anak. Anak yang cerdas secara finansial tumbuh dari orang tua dan keluarga yang memiliki kecerdasan finansial pula [2]. Semoga Allah memampukan saya dan suami dalam mendidik anak-anak kami agar cerdas finansial, aamiin.. :)
Referensi:
Mulailah dengan sedikit demi sedikit menabung. Utamanya untuk melunasi KTA sebelum waktunya karena setelah dihitung-hitung, bunga KTA itu bisa lebih dari 100%. Sambil menabung, ditutuplah satu persatu asuransi plus kartu kreditnya. Alhamdulillah tidak ada hambatan yang berarti, asal mau mengurus dan mengikuti prosedurnya. Sudah tidak memikirkan juga premi asuransi yang tidak semuanya kembali. Hanya berniat supaya nantinya tidak ada kewajiban membayar lagi.
Perihal bagaimana pendidikan anak di masa depan, bagaimana kondisi saya di masa pensiun nanti, dan bagaimana keadaan anak selepas saya meninggal, saya serahkan sepenuhnya kepada Allah. Seperti yang tertulis di Al-Qur'an surat Hud ayat 6 [3]. Berikut adalah artinya:
"Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuz)."Tahun 2016
Datanglah kabar saya termasuk yang terkena PHK. Rasanya takut dan gelisah, bagaimana ini masih banyak hutang? Mulai menyadari juga bahwa hutang-hutang ini termasuk ke dalam riba, sesuatu yang dilarang oleh Allah.
Menurut Teh Patra di bukunya Keluarga Muslim Cerdas Finansial, contoh riba dalam perbankan antara lain bunga tabungan, kartu kredit, KTA, aneka jenis kredit/angsuran, dan lain-lain. Sedangkan contoh riba nonperbankan antara lain asuransi, kredit pembelian barang, rentenir, koperasi, jual beli uang, dan lain-lain [1].
Ya Allah.. Sudah berapa macam riba yang telah saya ambil? Tak heranlah mengapa saya menjadi tidak tenang dalam menjalani hidup. Seperti yang tertulis di Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 275 [1]. Berikut adalah artinya:
"Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba."Tapi Allah tidak pernah menguji hamba-Nya di luar kemampuannya. Allah menghadirkan tantangan sepaket dengan solusinya. Alhamdulillah KTA bisa dilunasi dari tabungan dan uang pesangon. Untuk cicilan mobil bisa dilunasi dengan mencairkan dana BPJS TK. Sedangkan untuk rumah, boleh tidak jadi membeli karena rumah tersebut adalah milik mertua. Jadi selesailah semua hutang itu!
Untuk tempat tinggal, alhamdulillah masih ada tempat untuk saya dan keluarga bernaung, yaitu di rumah orang tua. Saya dan kakak saya berbagi tempat tinggal di rumah berlantai dua peninggalan almarhum Bapak. Kakak saya dan keluarganya tinggal di lantai bawah sedangkan saya dan keluarga tinggal di lantai atas. Kami memiliki dapur masing-masing sehingga keuangan keluarga tidak bercampur. Tetapi kami bersama-sama membayar uang listrik, telepon, kebersihan, dan keamanan.
Untuk mobil yang sudah lunas, saya memutuskan untuk tidak menjualnya. Karena alhamdulillah mobil tersebut bermanfaat, terutama saat kondisi darurat. Misalnya saat Mamah saya yang tinggal di Bandung sedang sakit, saya dapat langsung mengunjunginya bersama anak-anak dan suami. Saya sendiri tidak bisa (berani) menyetir. Jadi mobil tersebut hanya digunakan saat suami bisa mengantar.
Pengalaman ini membuat saya menyadari bahwa membeli barang seharusnya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan. Saya pun berjanji untuk tidak pernah bersentuhan lagi dengan riba. Seperti yang tertulis di Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 278-279 [1]. Berikut adalah artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang yang beriman. Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan)."Tahun 2017
Setelah menyelesaikan kewajiban finansial berupa hutang-hutang, alhamdulillah masih ada sisa tabungan di rekening saya. Uang tersebut saya gunakan sesuka hati, utamanya untuk belanja buku, makan-makan, atau jalan-jalan. Ya, itulah hobi-hobi yang saya lakukan apabila sedang butuh mood booster. Saya berusaha untuk tidak meminta kepada suami untuk hal-hal tersebut karena tidak mau membebaninya.
Pada awalnya tentu cukup-cukup saja. Tapi yang namanya hanya ada pengeluaran tanpa pemasukan, semakin lama ya semakin menipis. Di saat keuangan kering kerontang itulah, Allah pun menguji saya dengan sebuah penyakit yang harus segera dilakukan operasi dan biayanya tidak ditanggung oleh BPJS.
Untuk biaya operasi alhamdulillah masih ada, diambil dari uang tabungan keluarga dan sisa tabungan saya. Tetapi untuk biaya kontrol setelahnya, tidak ada lagi. Untuk meminjam uang kepada orang tua ataupun saudara rasanya maluuu sekali. Akhirnya diputuskan untuk mengambil tabungan haji. Ya Allah sedihnya.. Cita-cita untuk pergi naik haji bersama suami harus ditunda terlebih dahulu. Tapi mau bagaimana lagi, pengobatan harus terus berjalan.
Dari peristiwa sakit inilah saya belajar lagi. Untuk tidak seenaknya menggunakan uang hanya untuk kesenangan tanpa memikirkan masa depan. Belajar hidup sesuai nafkah hanya dari suami, mengelolanya dengan baik, dan tak lupa bersyukur. Qona'ah istilahnya.
Qona'ah artinya merasa cukup terhadap pemberian rezeki dari Allah. Beruntunglah orang-orang yang selalu merasa cukup dengan apa yang telah diberikan kepadanya [3]. Seperti yang tertulis dalam hadis berikut:
Sumber foto: [3]
Berikut persentase pengelolaan nafkah suami per bulan:
Zakat dan sedekah 13%
Pajak mobil 3%
Tabungan 16%
Uang makan 31%
Belanja bulanan 10%
Listrik, telepon, sampah, keamanan 2%
SPP sekolah 4%
Beras dan gas 4%
Laundry 3%
Pulsa 2%
Sisa 12%
Pos sisa biasanya digunakan untuk membeli buku anak atau jalan-jalan bermanfaat, misalnya ikut playdate. Alhamdulillah tetap bisa melakukan hobi dengan menggunakan nafkah dari suami, sekaligus sebagai investasi masa depan (pendidikan anak).
Demikianlah sekelumit perjalanan saya menuju cerdas finansial. Penuh liku dan hikmah. Tapi saya bersyukur pernah mengalaminya. Menjadikan saya lebih dewasa sebagai ibu, istri, dan perempuan. Menambah makna dan nilai kehidupan. Masih panjang perjalanan cerdas finansial ke depan, apalagi dalam mendidik anak dan mencontohkan kepada mereka tentang kecerdasan finansial ini.
Orang tua memiliki andil besar dalam menanamkan kebiasaan berhemat, menabung, menahan keinginan, dan kemampuan yang berbeda dalam membeli barang pada setiap anak. Anak yang cerdas secara finansial tumbuh dari orang tua dan keluarga yang memiliki kecerdasan finansial pula [2]. Semoga Allah memampukan saya dan suami dalam mendidik anak-anak kami agar cerdas finansial, aamiin.. :)
"Financial freedom is a mental, emotional and educational process" ~ Robert T. Kiyosaki [4]
Referensi:
[1] Cleopatra, Yulia Pratiwhi. 2016. Keluarga Muslim Cerdas Finansial. Smart Mom Community
[2] Komunitas Institut Ibu Profesional. 2013. Bunda Sayang: 12 Ilmu Dasar Mendidik Anak. Jakarta: Gazza Media
[3] https://grahamuslim.com/blog/arti-dan-manfaat-qonaah-bagi-seorang-muslim/, diakses pada 27 Oktober 2018
[4] https://due.com/blog/category/inspirational-finance-quotes/, diakses pada 27 Oktober 2018