Tulisan ini bukanlah untuk menilai mana yang lebih baik di antara ibu yang bekerja di ranah publik atau ibu yang bekerja di ranah domestik ya. Say no to moms war 😉
Tulisan ini juga tidak bermaksud menggurui lho. Bukan berarti juga saya happy terus ya, Bun hehe.. Hanya sharing sepenggal episode dalam kehidupan saya yang alhamdulillah bisa dilewati ☺
Cerita bermulai ketika di awal tahun 2016. Waktu itu saya masih bekerja menjadi karyawan swasta. Anak saya baru 1 (Neta) dan sedang hamil adiknya (Nara). Di perusahaan tempat terakhir saya bekerja, sedang ada pengurangan karyawan. Nah, singkat cerita saya adalah salah satunya yang di-PHK. Apa yang terpikirkan saat itu? Apply banyak perusahaan lain, dari yang buka lowongan sampai yang tidak buka lowongan (titip teman). Sama sekali tidak terpikir untuk menjalani peran sebagai ibu rumah tangga. Tapi apa yang terjadi? Sudah sebulan kirim-kirim CV, ga ada yang nyangkut juga 😅 Mau tak mau, mulai lah peran saya sebagai ibu rumah tangga. Full di rumah, mengurus Neta dan suami, sambil expecting Nara yang belum lahir.
Lalu apa yang saya rasakan? Malam hari saya tidak bisa tidur, resah dan gelisah. Bertanya-tanya kepada Allah mengapa saya diberi jalan seperti ini. Mengapa tidak seperti teman-teman saya yang tidak di-PHK. Siangnya saya seperti zombie, hanya menjalankan rutinitas. Mandi dan makan utk diri sendiri. Memandikan dan menyuapi Neta. Jarang sekali berbicara, hanya kepada suami. Sedikit sekali melakukan pekerjaan domestik. Yang ada banyak bengong, meratapi kapan saya bisa kerja lagi..
Berapa lama saya seperti itu? Kira-kira 1 tahun, Bun. Lama ya? Karena di tengah-tengahnya struggle juga dengan kelahiran adik. Nara sempat mengalami nursing strike. Neta pun sempat mengalami kemunduran kemandirian dalam hal toilet training. Duh, jadi seperti punya 2 bayi 😅 Tapi alhamdulillah, semuanya bisa di lewati.. Di penghujung tahun 2016, saya sudah mulai bisa enjoy sebagai ibu rumah tangga 😊
Lalu apa saja poin-poin penting yang dapat mengubah saya dari ibu yang bekerja di ranah publik menjadi ibu rumah tangga bahagia?
1. Menerima keadaan dengan mendekatkan diri kepada Allah
Karena kondisi saya yang 'dipaksa' untuk menjadi ibu rumah tangga, bukan atas keinginan sendiri, maka ini adalah poin pertama yang paling penting dan paling lama saya capai. Semuanya tentunya berproses, tapi memang waktu yang dapat menjawabnya (tsaaah..). Tapi sekalinya sudah bisa menerima, insya Allah poin-poin berikutnya jadi jauh lebih mudah.
Tetaplah yakin bahwa apa yang diberikan Allah adalah jalan hidup yang terbaik untuk kita. Dekatkan diri dengan sang Pencipta, insya Allah kita akan lebih legowo menerima apa yang terjadi.
2. Niatkan juga karena Allah
Menjadi ibu rumah tangga itu saya akui lebih melelahkan. Karena kerja yang setiap hari berulang (seakan-akan tidak selesai), berhadapan seharian penuh dengan anak-anak kita yg bermacam-macam tingkah polahnya, sampai perasaan kesepian, merasa sendirian, tidak ada teman dll.
Lalu apa yang harus kita lakukan? Niatkan kembali semuanya karena Allah. Bahwa yang kita lakukan tidak sia-sia. Kita menjaga amanah yaitu anak-anak titipan Allah, suami, dan rumah. Insya Allah akan menjadi ladang amal dan pahala bagi kita semua.
3. Komunikasi dengan suami
Waktu awal-awal di rumah, saya pernah WA suami kl saya tidak enjoy di rumah. Suami hanya menjawab dibuat enjoy aja, Mami. Terkadang kesal juga, kenapa jawabannya hanya seperti itu ya? Tapi kalau dipikir-pikir ya memang laki-laki spt itu ya, kalimatnya singkat, padat, dan jelas.
Meskipun demikian, saya tetap sering bercerita tentang apa saja yang saya rasakan setiap harinya. Setidaknya mengurangi beban pikiran yang ada, dan mengeluarkan ribuan kata yang harus dikeluarkan oleh seorang perempuan hehe.. Setelah bercerita, saya merasa lebih plong dan dapat melanjutkan rutinitas di hari berikutnya dg lebih baik.
4. Buat jadwal harian
Nah ibu2 di sini pasti pernah buat ya, karena ada di salah satu NHW kelas matrikulasi. Somehow, it works for me! Sehari2 jadi jelas melakukan hal apa saja. Tidak ada waktu untuk bengong2 dan berpikiran negatif.
Kalau saya senangnya membuat jadwal dengan kandang waktu, jadi tidak saklek2 banget. Saya buat yang berat di awal. Jadi ketika sudah siang hari, jauh lebih santai. Saya jg menyisipkan tidur siang sebentar supaya tetap on sampai malam. Kadang ada yang terskip juga. Ya tidak apa2. Bisa dilakukan di sore atau malam hari yang cenderung lebih santai atau esok harinya.
5. Mengetahui hal yang disukai
Ini juga ada nih di kelas matrikulasi. Ada kuadran aktivitas, ada juga penemuan passion. Contohnya yang simpel, saya tidak suka menyetrika. Jadi baju saya masukkan ke laundry. Tapi saya suka masak. Meskipun kelihatannya menambah kerepotan tiap harinya, tetapi saya bersemangat melakukannya.
6. Belajar terus, bergerak terus
Dengan belajar terus dan aktif setiap harinya, sulit sekali pikiran negatif akan muncul. Kita akan fokus pada hal positif yang membangun diri. Contohnya seperti membaca buku dan ikut kuliah bunsay ini. Setelah tau hal yang disukai (passion), maka tinggal melanjutkan saja utk terus belajar dan bergerak sesuai passion. Keep moving, Bunda!
7. Tau kapan beristirahat
Tidak ada salahnya koq bunda untuk sesekali beristirahat atau slow down sejenak. Kerjakan yang wajib-wajib saja. Sisanya bisa didelegasikan atau dilakukan dengan sederhana. Misal hari tertentu saya tidak memasak, bisa membeli lauk di warteg atau RM Padang 😬 Atau sedang tidak menyiapkan permainan untuk anak-anak. Bisa tidur-tiduran di kasur sambil baca buku, mengobrol atau bercanda. Banyak cara yang bisa kita pilih utk tetap bisa bahagia 😊
8. Tau cara bangkit
Menjadi ibu bahagia bukan berarti kita tidak pernah down. Tapi menjadi ibu bahagia berarti kita mengenal diri sendiri, tau cara bangkit kembali, dan berbahagia kembali. Contohnya kalau saya yg simpel2 aja, misal sisiran rambut atau makan hehe..
9. Jadwalkan juga me time/mother culture
Ini juga penting ya, Bunda. Misal di saat weekend boleh pergi beberapa jam oleh suami, bisa berbelanja, ke salon, atau meet up sama teman. Atau apa pun yang bunda sukai. Bisa juga tetap bersama keluarga, make a happy memories together. Pilih saja bunda, dan komunikasikan juga kepada suami dan anak-anak yaa..
10. Support group
Bunda bisa bergabung ke dalam support group yang sekiranya 1 frekuensi dengan Bunda. Misal grup MPASI, grup gendongan, macam-macam sekarang grup ibu-ibu hehe.. Paling tidak, jika kita tidak bisa keluar rumah utk bertemu teman, tetap ada teman ngobrol yang bisa mendengarkan kita 😊
Last but not least:
11. Bersyukur, bersyukur, bersyukur
Bila semua cara sudah dilakukan tapi masih terasa berat. Saya kembali mengingat Allah, bersyukur telah dikaruniai 2 putri yang sehat. Mungkin ada di luar sana yang sulit mendapatkan buah hati.
Atau saya mengingat, bahwa kerepotan ini hanya sebentar saja. Beberapa tahun lagi mungkin anak-anak sudah mandiri, punya teman sendiri, dan tidak merepotkan orang tuanya lagi.
Sekian sharing dari saya. Maaf ya banyak curhatnya 😅
Semoga ada manfaatnya 😊